4. Investigasi Tambang Ilegal di Pegunungan Bintang oleh Bareskrim Polri dan Komnas HAM yang menemukan:
a. 56 lokasi tambang emas ilegal yang melibatkan TNI/Polri.
b. Pekerja anak usia 12–17 tahun dengan upah Rp 50.000/hari.
5. Laporan PBB tentang Pelanggaran HAM di Freeport dengan temuan:
a. Kerja paksa dan kekerasan seksual di area tambang dan menghasilkan rekomendasi: Freeport harus menghentikan operasi hingga ada audit HAM.
Baca Juga:
Tambang Nikel di Raja Ampat, Bukan Harapan Melainkan Mimpi Buruk
Kini, ancaman yang sama menjalar ke bagian paling depan dari Papua, Raja Ampat.
Sebagai simbol wajah Papua di mata dunia internasional dan rumah bagi keanekaragaman hayati laut terbesar di planet ini, Raja Ampat adalah jantung pariwisata berkelanjutan yang selama ini menjadi harapan masa depan Papua.
Namun, kebijakan pemerintah pusat yang mengizinkan pertambangan nikel di wilayah ini menunjukkan bahwa kerusakan yang selama ini terjadi di 'belakang rumah' Papua kini berlanjut ke ‘teras depan’-nya.
Baca Juga:
Kado 22 Tahun Raja Ampat, Surga yang Diambang Kehancuran
Pertambangan nikel di Raja Ampat bukan hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat adat, serta menghancurkan fondasi ekonomi lokal yang telah tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan melalui pariwisata berbasis komunitas. Jika wajah Papua di Raja Ampat ikut dirusak, maka kita sedang menyaksikan hilangnya satu demi satu harapan akan masa depan Papua yang berdaulat secara ekologis dan adat.
Di bawah ini adalah data, fakta dan berbagai dampak yang memperlihatkan betapa Pemerintah Pusat telah gagal dalam menjalankan amanat Pembukaan UUD 1945 serta Pasal 33 UUD 1945 di Raja Ampat.
I. DAMPAK EKOLOGIS YANG TAK TERBANTAHKAN