Pemerintah memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keputusan ini diambil setelah keempat perusahaan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup.
Baca Juga:
Sampah Plastik Salah Satu Ancaman Serius Bagi Ekosistem Laut Raja Ampat
Namun, pasca pencabutan IUP, masyarakat yang bekerja di PT KSM kemudian melakukan blokade di wilayah Pulau Kawei dan Pulau Wayag, sehingga tidak adanya aktivitas apapun di wilayah tersebut, termasuk aktivitas wisata.
Adapun demikian, berdasarkan sejumlah informasi yang dihimpun, baik melalui pemberitaan kasus dari sejumlah media dan hasil wawancara beberapa sumber, kasus penyanderaan terhadap Wisatawan Asing tersebut merupakan sebuah tindakan melawan hukum.
Apalagi diduga, terjadi adanya dugaan pemerasan uang dengan nominal Rp250.000.000, terhadap Andreas sebagai penanggung jawab atas perjalanan itu.
Baca Juga:
Usia ke 22 Tahun Nirwana Raja Ampat, Pertarungan Wisata dan Eksploitasi Nikel
Aksi yang dilakukan oleh sekelompok (oknum masyarakat) juga mengakibatkan trauma terhadap keempat Wisatawan Asing yang menyaksikan sekaligus sebagai korban yang mengalami tindakan diluar dugaan.
Merasa dirugikan, Andreas akhirnya membawa persoalan tersebut ke jalur hukum. Adapun sejak kasus ini dilaporkan ke Polres Raja Ampat sejak tanggal 4 November lalu dengan Nomor : LP/B/134/XI/2025/SPK/POLRES RAJA AMPAT, POLDA PAPUA BARAT DAYA. Dengan terlapor atas nama Oto Ayelo, Jefri Nusa, Elia Daat, Korinus Ayelo, Polce Dalopes dan Febri Sawoi.
Kendati demikian hingga saat ini tidak ada tanggapan apapun dari Pemda Raja Ampat untuk menyelesaikan persoalan. Justru sebaliknya, ada dugaan pembungkaman terhadap Andreas atas insiden yang dihadapinya.