PAPUA-BARAT.WAHANANEWS,CO, Raja Ampat - Raja Ampat - Pada tanggal 3 November 2025 lalu, telah terjadi insiden penyanderaan terhadap sebuah speedboat wisata milik Andreas yang merupakan kewarganegaraan Austria di Pulau Kawei, Speedboat tersebut diketahui membawa 4 wisatawan Asing dengan rute perjalanan Kepulauan Ayau tujuan Pulau Pianemo.
Namun pada saat melakukan perjalanan dengan titik koordinat utara ke selatan, speedboat yang di Nakhodai oleh Yansen tersebut mengalami cuaca ekstrim dan terpaksa menepi untuk mencari tempat berlindung.
Baca Juga:
Sampah Plastik Salah Satu Ancaman Serius Bagi Ekosistem Laut Raja Ampat
Yansen yang merupakan warga Kampung Salio, mengambil keputusan untuk menepi ke sebuah pantai di Pulau Kawei, yang mana lokasi tersebut diketahui milik keluarganya.
Selang beberapa menit Speedboat menepi di pantai itu, mereka didatangi beberapa oknum menggunakan Longboat dan kemudian menegur mereka dengan nada kasar dan kata-kata diskriminatif.
Usai melontarkan kata-kata tidak senonoh, Longboat tersebut bergegas pergi melapor ke Pos PT Kawei Sejahtera Mining (KSM). Tidak lama kemudian, datanglah sebuah Longboat dan Speedboat yang membawa sejumlah orang untuk menginterogasi Andreas dan Wisatawan.
Baca Juga:
Usia ke 22 Tahun Nirwana Raja Ampat, Pertarungan Wisata dan Eksploitasi Nikel
Tak cukup sampai disitu, Andreas dan wisatawan diarak ke Pos PT KSM untuk diinterogasi dengan alasan tak ada izin aktivitas di wilayah Pulau Kawei.
Tangkap Layar Postingan Facebook tentang kejadian tanggal 3 november 2025
Larangan tersebut berawal dari pencabutan 4 IUP di Raja Ampat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia melalui Siaran Pers Nomor: 054.Pers/KM.01.03/SJI/2025, Tanggal 10 Juni 2025.
Pemerintah memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Keputusan ini diambil setelah keempat perusahaan, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Nurham dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan hidup.
Namun, pasca pencabutan IUP, masyarakat yang bekerja di PT KSM kemudian melakukan blokade di wilayah Pulau Kawei dan Pulau Wayag, sehingga tidak adanya aktivitas apapun di wilayah tersebut, termasuk aktivitas wisata.
Adapun demikian, berdasarkan sejumlah informasi yang dihimpun, baik melalui pemberitaan kasus dari sejumlah media dan hasil wawancara beberapa sumber, kasus penyanderaan terhadap Wisatawan Asing tersebut merupakan sebuah tindakan melawan hukum.
Apalagi diduga, terjadi adanya dugaan pemerasan uang dengan nominal Rp250.000.000, terhadap Andreas sebagai penanggung jawab atas perjalanan itu.
Aksi yang dilakukan oleh sekelompok (oknum masyarakat) juga mengakibatkan trauma terhadap keempat Wisatawan Asing yang menyaksikan sekaligus sebagai korban yang mengalami tindakan diluar dugaan.
Merasa dirugikan, Andreas akhirnya membawa persoalan tersebut ke jalur hukum. Adapun sejak kasus ini dilaporkan ke Polres Raja Ampat sejak tanggal 4 November lalu dengan Nomor : LP/B/134/XI/2025/SPK/POLRES RAJA AMPAT, POLDA PAPUA BARAT DAYA. Dengan terlapor atas nama Oto Ayelo, Jefri Nusa, Elia Daat, Korinus Ayelo, Polce Dalopes dan Febri Sawoi.
Kendati demikian hingga saat ini tidak ada tanggapan apapun dari Pemda Raja Ampat untuk menyelesaikan persoalan. Justru sebaliknya, ada dugaan pembungkaman terhadap Andreas atas insiden yang dihadapinya.
Upaya pembenaran terhadap para pelaku penyanderaan juga gencar dilakukan oleh berbagai pihak. Dari hal itu, muncul dugaan adanya aktivitas pertambangan yang saat ini dilakukan oleh PT KSM secara diam-diam. Apalagi, tindakan penyanderaan tersebut diketahui dilakukan oleh sejumlah oknum yang merupakan Karyawan PT KSM.
Laporan Polisi di Polres Raja Ampat.
Dugaan itu turut dikuatkan dengan kejanggalan-kejanggalan pada saat kejadian. Andreas dan wisatawan diarak ke Pos PT KSM untuk diinterogasi lebih dulu, setelah itu diarahkan ke Kampung Selpele.
Padahal, tujuan mereka (wisatawan) menepi ke Pulau Kawei hanya untuk berlindung dari cuaca buruk, namun dianggap melakukan aktivitas wisata dan tujuan tertentu hingga akhirnya terjadi tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum-oknum karyawan PT KSM.
Dugaan aktivitas pertambangan secara diam-diam oleh PT KSM juga turut dikuatkan dengan laporan dari warga setempat yang tidak mau disebutkan namanya per tanggal 1 Oktober 2025, bahwa adanya dugaan pertambangan yang hingga saat ini masih dilakukan dan di back up oleh pihak-pihak tertentu.
Tak hanya itu, didapati adanya kejanggalan dalam upaya penyelesaian masalah melalui audiens yang digelar di Ruang Komis II DPRK Raja Ampat pada tanggal 20 November 2025.
Dalam pertemuan tersebut, dihadiri oleh Kadis PTSP, Kadis Lingkungan Hidup, Kadis Perikanan dan Kelautan serta Kadis Ketenagakerjaan. Turut hadir Kuasa Hukum Andreas, yakni Bhonto Adnan Wally,S.H.,M.H dari Law office BHONTO ADNAN WALLY,S.H.,M.H & PERTNER.
Pada saat pertemuan berlangsung, Kepala Dinas PTSP Raja Ampat menjelaskan, PT Pure Papua Tours mulai dari dokumen kependudukan, dokumen usaha, serta kewajiban perpajakan atas nama Reni adalah lengkap, sah, dan tanpa cacat administrasi.
Sebagai Kuasa Hukum, Bhonto lantas menegaskan bahwasanya dalam dua persoalan hukum yang berbeda tidak boleh dicampur. Apalagi, insiden di Pualu Kawei tidak ada korelasinya dengan apa yang dialami kliennya.
Ia juga menegaskan, insiden itu dilakukan oleh sekelompok (oknum), bukan adat/suku sehingga proses hukum tidak bisa dihentikan.
Diwaktu yang bersamaan, Andreas (korban) turut menegaskan bahwa tidak ada waktu untuk mediasi.
Sebelumnya, ia telah meminta atas kesalahan dari oknum-oknum tersebut agar diselesaikan secara baik-baik di TKP, namun sebaliknya pihaknya justru mendapat tindakan yang tidak manusiawi.
Andreas juga menegaskan, Indonesia merupakan Negara Hukum sehingga dirinya tetap komitmen untuk menempuh jalur hukum atas apa yang dialaminya.
Dari urutan kronologi dan upaya penyelesaian masalah yang ada, didapati dugaan kuat adanya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT KSM secara diam-diam. Sehingga Andres dan rombongan pada saat berteduh di Pulau Kawei, dianggap ancaman oleh sejumlah oknum yang merupakan Karyawan dari PT KSM.
[Redaktur: Hotbert Purba]