Tetapi secara tersirat bisa "dipandang" ada landasan hukum bagi Komnas HAM RI untuk bertemu para pihak yang hendak terlibat sebagai aktor dalam Dialog Papua-Jakarta tersebut, tambahnya.
Persoalannya sekarang adalah apakah jika Presiden bersama pihak TNI dan Polri setuju untuk berdialog dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Baca Juga:
Jaringan Damai Papua (JDP) Memandang Penting Adanya Pendekatan Kemanusiaan di Moskona Barat Kabupaten Bintuni
Lalu apakah Presiden dan Panglima TNI dan Kapolri telah menunjuk Komnas HAM RI sebagai pihak yang bisa memfasilitasi dimulainya langkah dialog dimaksud?.
Ini hal penting yang patut dijawab lebih dahulu, sebelum Komnas HAM RI mengambil langkah untuk bertemu dengan pihak-pihak di Tanah Papua seperti TPN PB dan OPM serta kelompok resisten lainnya seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), West Papua National Authority (WPNA) dan kelompok lainnya, ungkap Warinussy.
Pernyataan salah satu pimpinan OPM Jeffry Bomanak Pagawak belum lama ini, bahwa pihaknya (OPM) menolak kehadiran Komnas HAM RI selaku "mediator" dialog.
Baca Juga:
Meninggalnya Aktivis HAM Papua Yones Douw, Yan Christian Warinussy: "Mengejutkan Jaringan Damai Papua dan LP3BH Manokwari"
Menurut pandangan saya, karena sesuai langkah dialog bahwa yang namanya mediator sangat penting disepakati oleh para pihak yang hendak terlibat atau dilibatkan sebagai aktor sejak awal.
Jadi semestinya kalau Presiden dan jajaran Negara Indonesia setuju untuk berdialog dengan TPN PB dan OPM, serta pihak-pihak di Tanah Papua, maka perlu dimintai persetujuan para pihak di Tanah Papua, Warinussy memberi masukan.
Apakah mereka setuju berdialog dengan pemerintah Indonesia? Jika setuju dialog Jakarta-Papua tercapai, maka langkah berikut adalah memberi kesempatan kepada mereka untuk mengusulkan siapa mediator di dalam dialog dimaksud.