WahanaNews-Papua Barat | Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH memberi pandangan terhadap langkah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) memulai Dialog Papua-Jakarta.
“Sebagai Advokat saya ingin mengupas mulai dari dasar hukum tentang keberadaan lembaga Komnas HAM RI tersebut; yaitu adanya Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 Tentang Komnas HAM RI” kata Yan Christian Warinussy dalam keterangan tertulisnya, kepada WahanaNews, Senin (14/3).
Baca Juga:
Jaringan Damai Papua (JDP) Memandang Penting Adanya Pendekatan Kemanusiaan di Moskona Barat Kabupaten Bintuni
Dia menyampaikan dalam pasal 1 dari Keppres tersebut dikatakan “Dalam rangka pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, dibentuk suatu komisi yang bersifat nasional dan diberi nama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang selanjutnya dalam Keppres ini disebut Komisi Nasional”.
Kemudian di dalam pasal 4 Keppres ini disebutkan bahwa Komnas HAM bertujuan;
Pertama, membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM.
Baca Juga:
Meninggalnya Aktivis HAM Papua Yones Douw, Yan Christian Warinussy: "Mengejutkan Jaringan Damai Papua dan LP3BH Manokwari"
Kedua, meningkatkan perlindungan HAM guna mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Hal tersebut pula disebutkan di dalam Bab III tentang Komnas HAM RI pada pasal 75 dari UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.
“Secara tersurat sama sekali tidak tampak adanya landasan hukum bagi Komnas HAM RI untuk menjalankan tugas sebagai mediator atau fasilitator dialog dimaksud”, ujar Warinussy.
Tetapi secara tersirat bisa "dipandang" ada landasan hukum bagi Komnas HAM RI untuk bertemu para pihak yang hendak terlibat sebagai aktor dalam Dialog Papua-Jakarta tersebut, tambahnya.
Persoalannya sekarang adalah apakah jika Presiden bersama pihak TNI dan Polri setuju untuk berdialog dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Lalu apakah Presiden dan Panglima TNI dan Kapolri telah menunjuk Komnas HAM RI sebagai pihak yang bisa memfasilitasi dimulainya langkah dialog dimaksud?.
Ini hal penting yang patut dijawab lebih dahulu, sebelum Komnas HAM RI mengambil langkah untuk bertemu dengan pihak-pihak di Tanah Papua seperti TPN PB dan OPM serta kelompok resisten lainnya seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), West Papua National Authority (WPNA) dan kelompok lainnya, ungkap Warinussy.
Pernyataan salah satu pimpinan OPM Jeffry Bomanak Pagawak belum lama ini, bahwa pihaknya (OPM) menolak kehadiran Komnas HAM RI selaku "mediator" dialog.
Menurut pandangan saya, karena sesuai langkah dialog bahwa yang namanya mediator sangat penting disepakati oleh para pihak yang hendak terlibat atau dilibatkan sebagai aktor sejak awal.
Jadi semestinya kalau Presiden dan jajaran Negara Indonesia setuju untuk berdialog dengan TPN PB dan OPM, serta pihak-pihak di Tanah Papua, maka perlu dimintai persetujuan para pihak di Tanah Papua, Warinussy memberi masukan.
Apakah mereka setuju berdialog dengan pemerintah Indonesia? Jika setuju dialog Jakarta-Papua tercapai, maka langkah berikut adalah memberi kesempatan kepada mereka untuk mengusulkan siapa mediator di dalam dialog dimaksud.
Peran untuk memulai dialog ini sesungguhnya sudah dilakukan oleh Jaringan Damai Papua (JDP) sejak tahun 2010 saat saudara Pater Neles Kebadabi Tebay dan Dr. Muridan S. Widjojo masih hidup.
Langkah JDP sejak dahulu selalu secara kontinu mendorong semua pihak di Jakarta dan Tanah Papua tentang pentingnya berdialog dengan tanpa mengedepankan kekerasan demi mengakhiri konflik di Tanah Papua yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun ini.
Menurut pandangan Warinussy sebagai Advokat HAM di Tanah Papua yang pernah menerima penghargaan internasional bidang HAM John Humphrey Freedom award Tahun 2005 di Canada, agar Presiden Joko Widodo dapat mengingat janjinya kepada 14 orang Papua Barat yang hadir bersama Pater Neles Kebadabi Tebay di Istana Merdeka Jakarta tanggal 15 Agustus 2017 silam.
Mengingat bahwa dialog adalah cara damai yang sebaiknya menjadi pilihan Presiden dan Negara Indonesia dalam menyelesaikan persoalan konflik sosial politik di Tanah Papua sejak sekarang, Yan Christian Warinussy mengakhiri. [hot]