Pada 26 September 1865 Cornelis Le Cocq d’Armandville berangkat ke Wisma Mariendal, tempat ia menempuh pendidikan awal (novisiat) sebagai calon anggota Serikat Jesus (SJ).
Selama dua tahun ia menjalani masa pembentukan sebagai novis SJ. Pada 27 September 1867 Frater Cornelis Le Cocq diizinkan mengucapkan kaul ketaatan, kemurnian, dan kemiskinan. Dengan demikian ia menjadi anggota Serikat Jesus.
Baca Juga:
Danrem 182/JO Pimpin Upacara HUT Hari Juang TNI AD Ke-79
Setelah menjalani masa novisiat, ia dan teman-temannya tetap tinggal di Mariendal untuk menempuh Tahun Yuniorat. Pada masa ini ia mendalami bahasa-bahasa dan kebudayaan, khususnya kesusastaan klasik. Oktober 1868 Frater Le Cocq berangkat ke Paris untuk belajar Filsafat. Di sana, ia belajar dengan sepenuh hati.
Tak jarang, karena begitu konsentrasinya dalam belajar Frater Le Cocq sering sakit. Kepalanya pusing, rasa nyeri menjalar ke lengan dan kakinya. Dokter pun tak sanggup menyembuhkannya. Bila sedang sakit seperti itu, Frater Le Cocq kerap merebus daun-daun hop, sejenis tumbuhan menjalar yang biasanya digunakan untuk membuat bir, lalu meminumnya.
“Maka, untuk menghilangkan sakit seperti itu sebaiknya kita minum bir muda saja,” candanya. Selain belajar Filsafat, Frater Le Cocq juga sangat aktif sebagai perawat orang-orang sakit.
Baca Juga:
Waode Syahara Bersama Tim Shiva Kokas Berbagi Sukacita Natal di Distrik Kokas
Frater Le Cocq menempuh pendidikan keempat sebagai Jesuit yang disebut Tahun Orientasi Kerasulan (TOK). Frater Le Cocq ditugaskan di Kolese Katwijk.
Ia mengajar bahasa Perancis dan ilmu alam di bekas sekolahnya ini. Setelah dua tahun ia belajar Teologi di Kota Maastricht. Akhirnya pada 8 September 1876 Frater Le Cocq ditahbiskan menjadi imam.
Tahun 1878 ia menyelesaikan masa Tersiratnya. Ia pulang ke Maastricht untuk menyampaikan berita kepada kedua orang tuanya: ia ditugaskan menjadi misionaris di India Belanda. Keluarganya ternyata mendukung Pater Le Cocq. Maka dengan mantab, Pater Le Cocq menyambut tugas baru itu.