Apabila kita memerhatikan keadaan Papua masa kini, maka kita akan sampai pada kesinpulan bahwa ada paradoks yang luar biasa di Papua.
Di satu sisi Papua kaya raya dengan sumber daya alam, namun di sisi lain sekitar 80 persen keluarga yang bermukim di Papua tergolong miskin absolut.
Baca Juga:
Institut USBA Soroti Keppres No. 110P Tahun 2025: “Duplikasi Kelembagaan dan Sentralisasi Baru di Bawah Nama Otsus”
Padahal, Otonomi Khusus pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi provinsi dan OAP untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran Rakayat Papua, sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi OAP melalui para wakil adat, agama,dan kaum perempuan.
Baca Juga:
Gibran Nyatakan Siap Ditempatkan di Papua, Meski Keppres Belum Terbit
Peran yang dilakukan adalah ikut serta merumuskan kebijakan daerah, menentukan strategi pembangunan dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan masyarakat Papua, melestarikan budaya serta lingkungan alam Papua, yang tercermin melalui perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, lambang daerah dalam bentuk bendera daerah, dan lagu daerah sebagai bentuk aktualisasi jati diri Rakyat Papua serta pengakuan terhadap eksistensi hak Ulayat, Adat, Masyarakat Adat, maupun Hukum Adat.
Undang-Undang Nonor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua diharapkan dapat menyelesaikan banyak masalah di Papua. Semua pihak menaruh harapan besar karena isinya sangat baik yakni konsensus politik yang akan mengakhiri konflik-konflik masa lalu di Papua.
Namun, setelah lebih dari 20 tahun berjalan dengan kucuran anggaran sangat besar, masyarakat Papua tetap miskin, keamanan tidak terjamin, dan ketidakadilan serta pelanggaran hak asasi manusiaterus terjadi.