Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal menemui wartawan dan memberi keterangan pers, Rabu 22 Mei 2024. (Foto: Ruth Amanda)
"Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi," jelasnya.
Baca Juga:
Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Terima Audiensi Pokja PWI, Siap Kolaborasi Perkuat Kinerja
"Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum."
Apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.
"Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah," tegasnya.
Baca Juga:
PWI Jaya Awards Bakal Dipisah dari MHT Awards, Siap Jadi Ikon Baru Pers Jakarta
Michael Jasman, selaku penanggung jawab aksi Perwakilan IJTI Papua Barat dan Papua Barat Daya turut mengungkapkan keprihatinan atas rencana DPR merevisi UU Penyiaran, dimana akan mengekang kebebasan pers saat liputan investigasi.
"Liputan investigasi adalah liputan yang sangat mahal dilakukan oleh kami sebagai pilar keempat demokrasi," jelasnya.
Sementara, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya, Fauzia dalam menyampaikan aspirasi menegaskan bahwa RUU Penyiaran harus ditolak karena hanya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung. Apalagi dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki nilai independen lagi.