Papua-Barat.WahanaNews.co, Kota Sorong - Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya menggelar demonstrasi terkait pasal kontroversial dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran.
Para jurnalis Papua Barat Daya mengungkapkan keprihatinan terhadap sejumlah pasal berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.
Baca Juga:
Ini Daftar Nama Anggota DPRD Kota Sorong Periode 2024-2029 yang Dilantik
Demonstrasi tersebut diikuti wartawan yang bergabung dalam organisasi pers; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Pernyataan protes atau unjuk rasa dilakukan para jurnalis pada dua titik berbeda, pertama di Taman Sorong City depan Bandara Deo Sorong dan kantor dewan Kota Sorong, Rabu (22/5/2024).
Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Safwan Ashari mengatakan, draf RUU Penyiaran tersebut dinilai berpotensi membawa malapetaka, mengancam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi.
Baca Juga:
Komisi II DPRD Kota Sorong Lakukan Kunker Ke Depo Pertamina dan PLN UP3 Sorong
Kata dia, pasal RUU Penyiaran tersebut justru akan menambah deretan masalah dan mengekang kebebasan pers. Tentu, pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
"RUU Penyiaran tersebut berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk para jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya," terang Safwan.
Apalagi, RUU yang dibahas dalam masa transisi pemerintahan, yakni kurang dari enam bulan di ujung masa anggota DPR RI periode 2019-2024 dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia.
Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal menemui wartawan dan memberi keterangan pers, Rabu 22 Mei 2024. (Foto: Ruth Amanda)
"Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi," jelasnya.
"Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum."
Apabila DPR RI tetap memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU dan mengesahkan menjadi UU, hal itu jelas tidak sesuai dengan etika hukum sebab tidak melibatkan publik termasuk pers.
"Kalau memang DPR dan pemerintah tetap bersikeras mengesahkan RUU menjadi UU Penyiaran tanpa prosedur yang jelas maka sudah barang tentu keputusan itu tidak sah," tegasnya.
Michael Jasman, selaku penanggung jawab aksi Perwakilan IJTI Papua Barat dan Papua Barat Daya turut mengungkapkan keprihatinan atas rencana DPR merevisi UU Penyiaran, dimana akan mengekang kebebasan pers saat liputan investigasi.
"Liputan investigasi adalah liputan yang sangat mahal dilakukan oleh kami sebagai pilar keempat demokrasi," jelasnya.
Sementara, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya, Fauzia dalam menyampaikan aspirasi menegaskan bahwa RUU Penyiaran harus ditolak karena hanya akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung. Apalagi dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki nilai independen lagi.
"Hal itu untuk kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab semata. Kami jelas menolak dengan tegas RUU Penyiaran karena akan membatasi kebebasan pers dalam sistem berdemokrasi saat ini, kata Fauzia.
Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal menemui wartawan pengunjuk rasa, ia berjanji menyampaikan aspirasi Jurnalis Papua Barat Daya untuk ditindaklanjuti berjenjang hingga ke pusat.
"Kami ada untuk rakyat sesuai dengan amanat Undang-undang, tentu akan kami bawa aspirasi ini ke DPR RI hingga ke pemerintah pusat," demikian Erwin Ayal.
[Redaktur: Hotbert Purba]