Penolakan tersebut sampai pada adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Raja Ampat dan Pemda, namun ironisnya pemda melalui OPD teknis memandang wajar kehadiran investasi tambang di Kabupaten yang merupakan salah satu tujuan wisata dunia.
Lebih ironisnya, kehadiran tambang di Manyaifun dan Batang Pele memicu konflik antar kelompok masyarakat, tak hanya sekali terjadi, konflik terjadi berulang kali. Namun, hingga saat ini pemda tidak menyikapi persoalan tersebut.
Baca Juga:
Dewan Adat Sub Suku Usba Serahkan Buku Sejarah kepada Senator Abdullah Manaray, Upaya Menguatkan Identitas Anak Adat Papua
Sebaliknya, selama kurang lebih dua bulan terakhir, pemda sibuk mengurus perpindahan pasar yang katanya menyebabkan pencemaran dan mengganggu nilai estetika kota, lalu kemudian mengabaikan ancaman yang sesungguhnya dari aktivitas pertambangan.
Laut rusak, hutan rusak, perpecahan antar kelompok masyarakat merupakan persoalan krusial yang seharusnya disikapi dengan serius.
Sayangnya, Pemda Raja Ampat terkesan diam dan melakukan pembiaran, sementara disisi lain mengejar pajak dan keuntungan dibalik ancaman dan konflik.
Baca Juga:
Institut Usba Kunjungi Senator Abdullah Manaray, Bahas Implementasi Program Sekolah Rakyat di Papua Barat
[Redaktur: Hotbert Purba]