"UU Otsus adalah lahir sebagai Rekonsiliasi Politik, Resolusi Konflik antara Exstrem Kiri dan Kanan yang perlu di tempatkan pada posisi tertinggi dalam Proses Politik Hukum dan Implementasi Pemerintahan Papua dalam NKRI. Otsus yang berhasil, Papua Sejahtera, NKRI Maju dan Kuat” Agustinus R Kambuaya
WahanaNews-Papua Barat | Isu pemekaran Provinsi Papua Barat Daya merupakan aspirasi yang terus di perjuangkan selama 20 Tahun belakangan ini.
Baca Juga:
Sinergi Bersama SKK Migas-Pertamina EP Papua, Berikan Pelatihan Aplikasi Metode Hidroganik untuk Ketahanan Pangan
Sejak kebijakan moratorium pemekaran 10 Tahun lalu, aspirasi ini tidak lantas terhenti. Bagai berjuang melawan arus atau kasarnya kita menyebut tabrak tembok.
Titik terang perjuangan Papua Barat Daya mulai bergulir ketika adanya niat pemerintah untuk melakukan Revisi terbatas UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 menjadi hasil perubahan kedua UU No 2 Tahun 2021.
Khususnya revisi pada delegasi kewenangan pasal 76 tentang Prosedur dan Proses Pemekaran yang awalnya di lakukan oleh masyarakat melalui PDPRP dan MPR, namun hasil perubahan ini mendelegasikan adanya kewenangan langsung pemerintah pusat untuk melakukan kebijakan pemekaran.
Baca Juga:
Reses Perdana di Raja Ampat, Faujia Helga Tampubolon Bantu Sejumlah Kelompok Koperasi dengan Modal Usaha
Merujuk pada hasil perubahan UU Nomor 2 tersebut sehingga Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia kemudian memasukan Provinsi Papua Barat Daya sebagai salah satu Agenda Kerja Komisi II DPR RI atau di ajukan sebagai salah satu RUU Prioritas Usul Inisiatif DPR RI.
Bukan hanya merupakan usul inisiatif DPR RI, Papua Barat kini menjadi perhatian eksekutif atau Presiden. Presiden secara langsung mengirimkan surat (SURPRES) kepada DPR RI Sebagai bentuk keseriusan dukungan pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
Jalan menuju Provinsi Papua Barat Daya makin pasti. UU Pemekaran Papua Barat Daya perlu memasukan delegasi kewenangan Otsus.