Para pejabat di Badan Pertanahan Nasional yang pro-masyarakat hukum adat (banyak di antara mereka yang pernah berkarya di Tanah Papua) memiliki perananan yang tidak kecil, termasuk Dirjen Otda dan para pejabat Kemendagri, dan Kemenkumham yang mengkoordinir pembahasan PP ini.
Dari Provinsi Papua Barat, Gubernur Dominggus Mandacan sudah sejak awal mendesak supaya kewenangan daerah diperjelas, termasuk soal tanah.
Baca Juga:
Ketua Kerukunan Lembata Kabupaten Fakfak: Gunakan Hak Pilih Saudara, Jangan Golput di Pilkada 2024
Wakil Gubernur Mohamad Lakotani, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Asistensi dari daerah, mengamankan dan memperjuangkan kebijakan Gubernur Mandacan dalam berbagai diskusi dengan fraksi-fraksi di DPR RI maupun dengan kementerian dan lembaga terkait.
Anggota DPR RI Komarudin Watubun, Yan Mandenas, dkk., Anggota DPD RI Filep Wamafma, dkk., menyuarakan hal yang sangat penting ini dalam rapat-rapat di dewan masing-masing.
Rektor Universitas Papua Meky Sagrim dan Tim, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Abdul Latief Suaeri, dan sejumah pejabat Pemprov Papua Barat, mendukung dalam membuat berbagai kajian. Mungkin ini satu-satunya PP yang pembahasannya melibatkan DPR dan DPD RI.
Baca Juga:
Sembilan Hari Jelang Pilkada, PPD Fakfak Gelar Bimtek Tungsura dan Penggunaan SIREKAP
Inilah pintu masuk legal untuk melindungi masyarakat hukum adat kita.
Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua sebaiknya memperhatikan klausul ini dengan sungguh-sungguh dan membuat regulasi daerah yang diperlukan supaya hak-hak masyarakat hukum adat benar-benar terlindungi.
Sekarang saatnya kita bicara dan bertindak dengan perjanjian, sewa dan/atau kontrak ketika tanah milik masyarakat hukum adat ingin digunakan para pihak harus fair dengan masyarakat hukum adat Papua.