"Terlebih lagi rujukan pejabat yang digunakan Harsanto hanya merujuk pengertian pejabat pada UU Administrasi Pemerintahan dan UU Aparatur Sipil Negara, sehingga dengan demikian tidak apple to apple," ucapnya.
Selain itu menurut Saiful Anam, penyamaan notaris sebagai pejabat publik terlalu luas. Karena menurutnya dalam buku Hans Kelsen rakyat yang mau memilih dalam pemilupun juga dapat dikatakan sebagai pejabat publik. Maka tidak mungkin apabila disamakan dengan notaris.
Baca Juga:
Dugaan Penipuan Asuransi, Polisi Dalami Motif Notaris yang Habisi Nyawa Suami di Medan
"Prof. Jimly telah membedakan pengertian pejabat menjadi 3 bagian, yaitu pejabat negara, pejabat negeri dan profesi. Jadi harus dibedakan antara pejabat negara dengan profesi notaris," tegas Saiful Anam.
Dirinya menegaskan bahwa negara tidak dirugikan dengan tidak adanya pembatasan bagi notaris. Karena notaris tidak seperti hakim yang sedang menuntut kenaikan gaji, tunjangan dan fasilitas dari negara.
"Justru notaris berperan dalam memberikan pemasukan bagi negara, dalam hal ini dalam pembayaran pajak, pnbp dan pendapatan negara lainnya," ungkapnya.
Baca Juga:
Bantah Tuduhan, Notaris Medan Diduga Habisi Suami dengan Benda Tumpul
Saiful Anam memaparkan, tidak ada yang dirugikan dengan tidak memberikan batasan masa pensiun bagi notaris.
"Justru negara diuntungkan dengan adanya pendapatan keuangan negara dari notaris yang dapat bersumber dari pajak, pnbp dan pendapatan lainnya," demikian Saiful Anam.
Sementara itu perwakilan para pemohon Elizabet Eva Djong, SH., MH., M.Kn. semakin yakin bahwa permohonan uji materi yang diajukannya akan dikabul oleh MK.