“Dokumen ini adalah suara kolektif dan hati nurani masyarakat adat Raja Ampat. MRP akan menindaklanjuti dengan serius melalui jalur internal dan forum resmi,” tegas Wakil ketua MRP Papua Barat Daya.
Kedua pihak sepakat untuk membuka ruang koordinasi berkelanjutan, termasuk:
* Pembahasan awal rancangan Perda Pengakuan Masyarakat Adat Raja Ampat.
* Sinergi advokasi antara MRPBD dan Forum Komunikasi Adat Raja Ampat.
* Penguatan kapasitas kelembagaan adat agar mampu mengawal kebijakan pembangunan di tingkat daerah dan nasional.
Baca Juga:
PT Gag Nikel Kembali Beroperasi, Senator PFM Minta Penyerapan Tenaga Kerja 80% OAP Sebagai Bukti Keadilan Negara Melalui UU Otsus
Sementara, Direktur Institut USBA, Charles Imbir, menegaskan pentingnya langkah ini sebagai arah baru Pelibatan
Masyarakat Adat dalam kebijakan Pembangunan Daerah.
“Gelar Senat dan audiensi hari ini menandai berakhirnya era masyarakat adat hanya menjadi objek kebijakan. Delapan maklumat ini adalah kompas moral dan politik kami. Kami tidak hanya membawa tuntutan, tetapi juga menawarkan solusi berbasis kearifan lokal dan kelestarian ekologis. MRP adalah mitra strategis untuk memastikan suara adat hadir di meja kebijakan.” demikian Charles Imbir.
[Redaktur: Hotbert Purba]