Wahananews-Papua Barat | Pada April 2021, Bupati Sorong dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sorong, mencabut izin-izin usaha 4 (empat) perusahaan perkebunan kelapa sawit, mencakup izin lokasi, izin lingkungan dan Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Tiga perusahaan diantaranya, yakni PT Inti Kebun Lestari, PT Sorong Agro Sawitindo, dan PT Papua Lestari Abadi, menggugat putusan Bupati dan Kepala DPMPTSP Kabupaten Sorong di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
Baca Juga:
Kesampingkan Pakta Integritas KPK Fokus Kasus Pj Bupati Sorong
Gugatan tersebut mengundang reaksi publik yang mendukung kebijakan Bupati Kabupaten Sorong mencabut izin-izin perkebunan kelapa sawit dan mengecam rencana maupun keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Sidang Adat yang dilakukan LMA Malamoi dan Hakim adat atau Nedinbulu pada 14 Oktober 2021yang lalu, dengan menghadirkan masyarakat adat Moi, sepakat mendukung Bupati Sorong.
Keputusan Sidang Adat menolak kehadiran perusahaan kelapa sawit dan meminta PTUN Jayapura mempertimbangkan keputusan masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat adat.
Baca Juga:
Bupati Sorong Bagikan Bantuan untuk Korban Luapan Sungai Warsumsum
Organisasi masyarakat sipil, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Greenpeace Indonesia, PD Aman Sorong Raya dan WALHI Papua yang mempunyai kepentingan terhadap persoalan lingkungan hidup, masyarakat adat dan perlindungan hak asasi manusia (HAM), mengajukan pendapat tertulis dalam bentuk dokumen Amicus Curie (sahabat peradilan) kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura atas perkara gugatan perusahaan tersebut.
“Melalui pendapat tertulis, kami meminta Majelis Hakim dapat menilai perkara a quo memiliki dimensi lebih luas dari sekedar sengketa perijinan perusahaan. Perkara a quo juga menyangkut kepentingan publik atas keberlanjutan lingkungan dan keanekaragaman hayati di Tanah Papua. Majelis Hakim kiranya menerapkan pertimbangan-pertimbangan
penyelamatan lingkungan hidup dalam memutuskan perkara” jelas Tigor Hutapea, aktivis Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dalam siaran pers yang diterima Wahananews, Kamis (19/11).
Tanah Papua Bukanlah Tanah Kosong, tanah yang berada pada izin konsensi merupakan milik masyarakat hukum adat, yang telah diakui melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong.
Tindakan pencabutan izin-izin yang dilakukan Bupati adalah bentuk upaya perlindungan, pemenuhan, penghormatan hak-hak masyarakat adat yang sebelumnya mengalami pelanggaran.
“Perusahaan tidak menghormati hak-hak Masyarakat Adat sebagai pemilik hak ulayat dalam perolehan izin. Perusahaan memperoleh izin tanpa memperoleh kesepakatan dari pemilik ulayat terlebih dahulu. Karenanya, kami minta Majelis hakim PTUN dalam perkara a quo wajib memperhatikan sikap penolakan masyarakat dan memenuhi keadilan yang disuarakan masyarakat” ungkap tegas Fecky Mobalen, Ketua PD AMAN Sorong Raya. [hot]