Sementara itu, Raja Kumisi, Muhammad Nasir Aituarauw yang hadir sebagai tokoh Sasi dari Kampung Adi Jaya, Kaimana, menyebut masyarakat di kampungnya sadar benar dengan dampak besar dari tradisi berbasis konservasi ini.
“Kita Sasi adalah lola, teripang, dan buah kelapa. Untuk lola dan teripang sudah dilakukan selama 24 tahun. Manfaat dari Sasi Nggama yang sudah dilakukan sejak turun temurun ini sangat luar biasa sekali untuk pendapatan Masyarakat di Kampung Adi Jaya. Ketika Sasi dibuka semua masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelam dan mendapat hasil yang cukup banyak untuk dijual,” demikian Muhammad Nasir Aituarauw.
Baca Juga:
Program Kolaborasi KASUARI untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Sorong Selatan
Mengutip berbagai sumber, Sasi adalah bentuk kearifan lokal yang masih terpelihara di Indonesia bagian timur, khususnya di kepulauan Maluku dan tanah Papua. Di beberapa wilayah, istilah sasi dikenal dengan lain seperti yot di Kepulauan Kei Besar, yutut di Kei Kecil, serta nama-nama lokal lainnya.
Seperti di Maluku dan beberapa wilayah Papua, praktik sasi tidak hanya dilakukan di darat, tapi juga digunakan untuk mengelola sumber daya alam yang ada di pesisir dan laut.
Sasi sendiri adalah cara mengatur panen sumber daya tertentu (hayati laut maupun darat) dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Tujuannya agar sumber daya dapat tetap lestari, dan tidak diambil secara berlebihan. Larangan sasi memberi waktu yang cukup, agar sumber hayati yang ada di alam dapat memiliki waktu berkembang biak dan memulihkan populasi.
Baca Juga:
Hut TNI Ke-79, Kodim 1802 Bagikan Sembako untuk Masyarakat
[Redaktur: Hotbert Purba]