Ia mendesak dihentikannya segala perencanaan kebijakan energi berbasis konversi lahan skala besar, termasuk sawit, untuk Papua.
Sebuah moratorium harus diterapkan hingga sebuah mekanisme konsultasi dan pengambilan keputusan yang sah, setara, dan bermakna dengan masyarakat adat terbangun.
Baca Juga:
Satu Unit Usaha Wilmar International Tersandung Kasus Penipuan di China
"Mekanisme ini harus memenuhi prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dan melibatkan representasi politik-kultural masyarakat adat Papua yang diakui secara sah. Dalam konteks ini, kami menyuarakan tuntutan mendesak untuk segera membangun dan mengakui sebuah mekanisme representasi politik-kultural yang permanen, sah, dan diakui negara yang sepenuhnya berasal dari dan bertanggung jawab kepada masyarakat adat Papua," ujar Charles Imbir.
Lanjutnya, sebuah dewan rakyat atau bentuk representasi lain yang legitimate harus menjadi mitra yang setara dengan pemerintah dalam merumuskan semua kebijakan strategis. Tanpa kelembagaan representasi yang legitimate, dialog akan selalu timpang dan kebijakan berisiko memicu konflik sosial baru.
Sebagai alternatif yang adil, berkelanjutan, dan telah terbukti bermanfaat langsung bagi komunitas, Papua memiliki potensi besar untuk memimpin transisi energi berbasis komunitas. Pengembangan energi surya, mikro-hidro, dan biomassa berbasis tanaman lokal yang tidak merusak hutan, dapat memberikan kedaulatan energi langsung bagi kampung-kampung, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian alam. Model inilah yang sesungguhnya menjawab cita-cita kemandirian energi tanpa mengorbankan kedaulatan rakyat Papua.
Baca Juga:
Institut USBA dan Pelajar di Raja Ampat Tanam 1.500 Bibit Mangrove di Kampung Wisata Arborek
“Mengusulkan sawit sebagai solusi energi di Papua adalah bentuk pengabaian terhadap sejarah dan realitas. Kita tidak boleh lagi terjebak pada ilusi bahwa keuntungan korporasi sama dengan kesejahteraan rakyat. Kedaulatan energi yang sesungguhnya bagi Papua hanya bisa lahir dari pengakuan terhadap kedaulatan masyarakat adat atas tanah dan hutannya, serta pilihan pada teknologi energi terbarukan yang membumi dan berpihak pada rakyat,” demikian Charles Imbir.
[Redaktur: Hotbert Purba]