SK ini adalah bentuk pengakuan atas hak masyarakat hukum adat dalam menjaga, melindungi, dan mengelola segala kekayaan alam yang ada di wilayahnya, secara lestari.
"Saya berharap agar pemerintah, masyarakat adat, dan para mitra pembangunan, tetap semangat dan konsisten dalam bekerja untuk membantu menguatkan masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan, dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang lestari di kabupaten Sorong Selatan," ujar Dance Nauw.
Baca Juga:
Pengakuan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Distik Konda, LP3BH Manokwari Apresiasi Bupati Sorong Selatan
Foto bersama usai penyerahan SK Bupati tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat kepada empat sub-suku yang bernaung di wilayah Distrik Konda.
Pengesahan wilayah hutan adat di Distrik Konda dengan total luasan mencapai 40.282,556 hektare yang diserahkan kepada dua suku besar yaitu Tehit dan Yaben didapati masyarakat adat setempat melalui pendampingan Konservasi Indonesia (KI).
Dalam acara ini, SK juga diberikan untuk masyarakat hukum adat Knasaimos, dengan wilayah adat seluas 97.441 hektare di distrik Saifi dan Seremuk, yang selama ini didampingi LSM Greenpeace Indonesia dan Bentara Papua.
Baca Juga:
Pencarian Korban Hanyut di Air Terjun Wera Oleh Tim SAR, Dibantu Masyarakat Adat
Proses pengesahan masyarakat hutan adat Konda sendiri dimulai pada tiga tahun lalu. Sejak Juni 2021, KI duduk bersama dengan masyarakat adat di Distrik Konda untuk bersama-sama mengurai konflik agraria yang ada, sambil menguatkan komitmen bersama untuk kelestarian hutan.
Papua Program Director Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menyebut pemetaan tidak hanya untuk pengakuan, perlindungan, dan penghormatan, namun juga memiliki peran besar untuk generasi selanjutnya dari masing-masing sub-suku yang berdiam di Konda.
“Sebagai mitra pembangunan, kami menyadari peran penting masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Karenanya, kami mengajak masyarakat Distrik Konda untuk bersama-sama memetakan kawasan hutan yang sudah menjadi sumber penghidupan mereka secara turun-temurun. Pemetaan partisipatif, yang menjadi strategi kami, tidak hanya untuk membantu masyarakat mengetahui batas dan lokasi penting wilayah adat mereka. Namun, cara ini juga dibuat untuk mendorong generasi muda untuk memahami pentingnya menjaga kelestarian hutan,” ujar Roberth Mandosir.