Papua-Barat.WahanaNews.co, Raja Ampat - Dedi Mayor salah satu pemuda kelahiran Yenbuba, Raja Ampat, menjadi pionir pariwisata lokal di wilayah tersebut.
Memulai usaha dengan membangun Lumba-Lumba Homestay di Pulau Ransiwor pada 2008, kini penginapannya telah dikenal hingga mancanegara.
Baca Juga:
Pasangan CERIA Ajak Masyarakat Raja Ampat Bersatu di Masa Tenang Pemilu
Kami mengunjungi Dedi di Kampung Yenbuba dan berbincang mengenai perjalanannya dalam menggerakkan ekonomi masyarakat lokal.
Dedi belajar banyak tentang konservasi selama bekerja di Conservation International (CI)Indonesia.
Pengalaman ini menginspirasi pemuda berdarah Byak ini untuk menghidupkan ekonomi lokal dengan membangun homestay yang berkelanjutan.
Baca Juga:
Paslon CERIA Paparkan Strategi Hubungan Internasional untuk Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Raja Ampat
Baginya, pendapatan ekonomi tidak boleh mengorbankan lingkungan.
Saat ditemui, Dedi memperlihatkan sebuah buku kecil yang berisi catatan perjuangannya membangun pariwisata lokal.
“Buku ini belum pernah saya tunjukkan kepada siapa pun, tapi hari ini rasanya sudah waktunya buku ini berbicara,” ujar Dedi.
Dalam buku itu, Dedi mencatat langkah-langkah yang diambilnya, mulai dari pertemuan dengan pihak-pihak terkait hingga kebutuhan material dan tahapan pembangunan homestay.
Butuh dua tahun untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.
Sebagai orang lokal pertama yang mencoba mengembangkan pariwisata komersial, ia menghadapi banyak tantangan, terutama masalah modal.
“Kendala modal waktu itu berat, tapi niat saya sudah bulat. Ekonomi lokal harus hidup,” tegasnya.
Beruntung, Dedi memiliki dukungan dari teman-temannya di CI, termasuk Charles Imbir, yang sangat berperan penting dalam mengembangkan konsep homestay berbasis ekonomi sirkular.
Charles mendampingi Dedi dalam pengembangan gagasan, pelatihan, dan pemasaran.
Pada 2010, Charles bahkan memberikan bantuan fasilitas untuk mendukung pengembangan homestay tersebut.
“Ini perjuangan bersama,” kata Dedi.
Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam diskusinya dengan Charles, Dedi menyadari bahwa belum ada orang lokal yang membangun homestay untuk komersial.
Keduanya kemudian sepakat bahwa masyarakat lokal harus menjadi pelaku utama pariwisata di Raja Ampat.
Charles dan Dedi pun menawarkan konsep ekonomi sirkular kepada masyarakat sekitar, dimana kebutuhan homestay seperti sayur dan ikan dapat disediakan oleh penduduk setempat.
“Dengan begitu, semuanya jadi hidup,” jelas Dedi.
Namun, selama ini, uang dari homestay sering kali dihabiskan di pasar-pasar di Waisai untuk membeli berbagai keperluan.
Menurut Dedi, akan lebih efisien jika kebutuhan tamu bisa didapatkan langsung dari kampung tersebut.
“Ibu-ibu bisa berkebun, nelayan bisa tetap mencari ikan, kami beli dari mereka,” ujarnya.
Tantangan Lokal
Hingga 2024, Lumba-Lumba Homestay telah berkembang menjadi tujuh hunian dan berpindah lokasi ke Kampung Yenbuba, Distrik Meosmansar.
Awalnya, Homestay ini berkonsep sharing bathroom, tetapi sejak pandemi dan masukan dari pengunjung, Dedi mengubahnya menjadi private bathroom.
Dalam hal pembangunan, Dedi berusaha meniru arsitektur lokal Raja Ampat dengan mempertahankan bahan tradisional seperti daun bobo (nipah) dan rumbia.
Namun, ia tetap harus melakukan beberapa penyesuaian agar sesuai dengan standar pengunjung.
Tantangan utama yang dihadapinya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan konsep ekonomi sirkular.
Banyak yang ikut membangun homestay tanpa memikirkan siapa yang akan memenuhi kebutuhan mereka. Akibatnya, muncul persaingan yang tidak sehat.
“Kita seharusnya bisa membangun ekonomi bersama, dengan peran masing-masing,” kata Dedi.
Menurutnya, dibutuhkan pemimpin yang mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya ekonomi sirkular.
Masyarakat perlu bimbingan dan pendampingan agar bersama-sama bisa membangun pariwisata yang berkelanjutan.
“Jangan sampai Raja Ampat kalah dengan Kaimana, yang sekarang mulai bergerak untuk pariwisata,” tegasnya.
Persoalan Sampah Solusi Masih Mentah
Salah satu masalah serius yang diamati Dedi adalah pengelolaan sampah.
Sebagai orang yang memahami konsep konservasi, ia prihatin dengan banyaknya sampah, terutama sampah plastik, yang mencemari wilayah tersebut.
Pengunjung juga sering mengeluhkan sampah yang mengalir hingga ke laut, bahkan merusak terumbu karang.
Dedi merasa pemerintah belum serius dalam menangani masalah ini.
“Kami pelaku pariwisata kecil, seharusnya penataan dan solusi sampah menjadi tugas pemerintah,” keluhnya.
Meskipun demikian, Dedi tetap berjuang. Lumba-Lumba Homestay kini telah diakui oleh wisatawan mancanegara.
Selain itu, apa yang dilakukan Dedi telah menumbuhkan sekitar 200 homestay yang dikelola oleh masyarakat lokal di Raja Ampat.
Namun, Dedi menekankan bahwa nilai-nilai keberlanjutan lingkungan masih jauh panggang dari api.
[Redaktur: Hotbert Purba]