Kehidupan sehari-hari di tempat pengungsian membutuhkan uang. Masa konflik ada 300 anak sekolah korban karena tidak bisa mengikuti pendidikan dengan baik.
Warga Aifat Timur Juga Mengeluhkan bahwa pada awal-awal memang bantuan berjalan selama 3 bulan pertama dengan baik.
Baca Juga:
Pasangan MUSA Ajak Masyarakat Jaga Kedamaian, Karel Murafer: Maybrat Butuh Perubahan
Namun belakangan sudah 1 tahun 3 bulan, keadan dan keberadaan mereka sudah tidak menjadi perhatian baik pemerintah, Gereja bahkan Sesama masyarakat sudah tidak peduli kepada mereka. Mereka sadar kini harus menjalani hidup dan menghidupi diri mereka sendiri, ungkapnya.
Kata Agustinus R. Kambuaya, seorang ibu menyampaikan bahwa sebagai mama atau ibu hidup di tempat pengungsian dan menumpang dengan warga lain untuk waktu yang lama cukup menjadi beban psikologi.
Sementara tokoh Aifat Timur Melkias Momao menyampaikan bahwa situasi pengungsi ini sulit di pastikan kapan ini berakhir.
Baca Juga:
Pasangan "MUSA" Sambangi Posko Dapur Demokrasi Distrik Ayamaru Timur, Warga Sambut dengan Acara Adat Maybrat
Ini konflik sosial dan politik bukan bencana alam atau relokasi warga untuk pembangunan. Jadi sulit di pastikan kapan ini berakhir.
Momao menyarankan kepada Anggota DPRPB Fraksi Otsus Agustinus R. Kambuaya bahwa tolong sampaikan kepada semua pihak bahwa perlu ada Solusi Permanen agar warga ada kepastian untuk bisa pulang.
Jika belum ada solusi yang permanen dari semua pihak, selama itu juga status warga Aifat timur jauh akan tetap jadi pengungsi. Ini bagian penting yang perlu di ingat bahwa perlu ada solusi yang permanen dan pasti agar warga bisa pulang.