Wahananews-Papua Barat | Bertempat di Kantor Kampung Kumurkek 10 November 2022, dalam Agenda Reses III DPR Provinsi Papua Barat, Agustinus R. Kambuaya mengunjungi warga empat distrik di Aifat Timur yang mengungsi dan tersebar di beberapa wilayah di Maybrat.
Pada Kesempatan tersebut, hadir juga Ketua Forum Komunikasi Antara Umat Beragama Kabupaten Maybrat, Ketua DAP Maybrat, Tokoh Gereja Katolik, Kepala Distrik Aifat Timur Selatan dan Aifat Timur dan tokoh pemuda lainnya.
Baca Juga:
Pasangan MUSA Ajak Masyarakat Jaga Kedamaian, Karel Murafer: Maybrat Butuh Perubahan
Pada Reses Agustinus R. Kambuaya Membagikan 300 bingkisan kepada warga pengungsi korban konflik satu tahun silam.
Pertemuan yang diadakan di Kantor Kampung Kumurkek tersebut, Agustinus R. Kambuaya mengatakan untuk mendengar langsung cerita suka dan duka, susahnya warga pengungsi.
Mereka Mengisahkan kondisi dan keberadaan mereka selama satu tahun tiga bulan ini.
Baca Juga:
Pasangan "MUSA" Sambangi Posko Dapur Demokrasi Distrik Ayamaru Timur, Warga Sambut dengan Acara Adat Maybrat
Warga pengungsi mengeluhkan bahwa mereka sudah lama meninggalkan kampung halaman mereka. Mereka merasa keberadaan mereka di tempat pengungsian mereka menjadi beban bagi warga kampung dimana mereka berada. Seperti di Kumurkek, Ayawasi, Kokas, Susumuk bahkan ada yang merantau ke Kota dan Kabupaten Sorong.
Anggota DPR Provinsi Papua Barat, Agustinus R. Kambuaya bagikan sembako kepada warga pengungsi di Maybrat.
Lanjut Agustinus R. Kambuaya, kehidupan mereka memulai dari nol. Mereka tidak punya kebun, anak-anak tidak bisa bersekolah, lingkungan Aifat Timur tempat mereka berbeda dengan daerah lain. Mereka sulit beradaptasi apalagi berusaha, berkebun dan seterusnya, ujarnya.
Kehidupan sehari-hari di tempat pengungsian membutuhkan uang. Masa konflik ada 300 anak sekolah korban karena tidak bisa mengikuti pendidikan dengan baik.
Warga Aifat Timur Juga Mengeluhkan bahwa pada awal-awal memang bantuan berjalan selama 3 bulan pertama dengan baik.
Namun belakangan sudah 1 tahun 3 bulan, keadan dan keberadaan mereka sudah tidak menjadi perhatian baik pemerintah, Gereja bahkan Sesama masyarakat sudah tidak peduli kepada mereka. Mereka sadar kini harus menjalani hidup dan menghidupi diri mereka sendiri, ungkapnya.
Kata Agustinus R. Kambuaya, seorang ibu menyampaikan bahwa sebagai mama atau ibu hidup di tempat pengungsian dan menumpang dengan warga lain untuk waktu yang lama cukup menjadi beban psikologi.
Sementara tokoh Aifat Timur Melkias Momao menyampaikan bahwa situasi pengungsi ini sulit di pastikan kapan ini berakhir.
Ini konflik sosial dan politik bukan bencana alam atau relokasi warga untuk pembangunan. Jadi sulit di pastikan kapan ini berakhir.
Momao menyarankan kepada Anggota DPRPB Fraksi Otsus Agustinus R. Kambuaya bahwa tolong sampaikan kepada semua pihak bahwa perlu ada Solusi Permanen agar warga ada kepastian untuk bisa pulang.
Jika belum ada solusi yang permanen dari semua pihak, selama itu juga status warga Aifat timur jauh akan tetap jadi pengungsi. Ini bagian penting yang perlu di ingat bahwa perlu ada solusi yang permanen dan pasti agar warga bisa pulang.
Mereka rindu kampung halaman mereka, rumah mereka, dusun mereka. Hidup sebagai pengungsi selama 1 tahun 3 bulan cukup berat bagi warga Aifat timur.
Menyimak keluh kesah warga pengungsi Agustinus R. Kambuaya mengajak pemerintah mulai dari level Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Maybrat termasuk Gereja, Adat, NGO dan semua pihak untuk sama-sama memberikan perhatian kepada warga pengungsi, sebab beban hidup yang di jalani warga pengungsi cukup berat.
Terlepas dari konflik politik atau konflik sosial atau ideologi dan politik perhatian kemanusian kepada warga pengungsi sanggat penting. Kondisi ekonomi mereka, pendidikan anak-anak mereka, usaha dan keluarga pengungsi membutuhkan perhatian.
Kepada Gereja-gereja, Sinode, Klasis dan Denominasi Gereja musti ada Pelayanan khusus baik rohani maupun pelayanan jasmani kepada warga pengungsi, demikian Agustinus R Kambuaya. [hot]