PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Manokwari – Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya mengukuhkan kesepakatan penting untuk mengelola bersama bentang alam Mahkota Permata Tanah Papua (MPTP), kawasan hutan seluas 2,3 juta hektar yang menjadi pusat keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan masyarakat adat. Kolaborasi lintas provinsi ini menjadi model baru dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan di Indonesia Timur.
Dalam kegiatan Workshop Skema Tata Kelola Kolaboratif Bentang Alam Mahkota Permata Tanah Papua yang berlangsung pada 30-31 Juli di Manokwari, para pemangku kepentingan lintas sektor, mulai dari pemerintah, akademisi, masyarakat adat, LSM, mitra pembangunan, dan sektor swasta bertemu untuk menyusun skema tata kelola kolaboratif yang sesuai dengan karakter sosial, budaya, dan ekologi kawasan. Kesepakatan yang dicapai nantinya menjadi dasar pembentukan model kelembagaan pengelolaan MPTP.
Baca Juga:
Polda Aceh Dorong Pemerintah Daerah Buat Regulasi Tambang Rakyat untuk Pendapatan Daerah
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, menyebut Tanah Papua sebagai satu dari sedikit wilayah di dunia yang masih menyimpan hutan hujan tropis yang utuh. “Tanah ini adalah rumah bagi ribuan spesies dan tumpuan hidup masyarakat adat kita. Menjaga alam berarti menjaga kehidupan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, karena itu kita perlu bersatu menjaga warisan ini,” ujarnya.
MPTP membentang di lima kabupaten yakni Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, serta Teluk Bintuni di Papua Barat, dan Tambrauw di Papua Barat Daya. Wilayah ini mencakup hutan tropis, rawa, mangrove, dan lebih dari 50 daerah aliran sungai yang menopang kehidupan ribuan masyarakat adat. Dengan tutupan hutan yang masih dominan, kawasan ini menyimpan potensi besar untuk ekonomi hijau seperti ekowisata dan jasa lingkungan yang berbasis kearifan lokal.
Bentang Alam MPTP telah diakui sebagai kawasan strategis karena nilai ekologisnya yang tinggi, kekayaan budaya masyarakat Papua, serta perannya dalam mendukung ekonomi masyarakat adat. Meski telah tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat, pengelolaan kawasan ini dinilai masih membutuhkan platform kolaboratif yang kuat, inklusif, dan terstruktur.
Baca Juga:
Program Kolaborasi KASUARI untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Sorong Selatan
“MPTP merupakan kekayaan alam yang sangat berharga dan perlu dikelola secara berkelanjutan untuk kesejahteraan, terutama bagi masyarakat adat. Pengelolaan berbasis lanskap melalui pendekatan terpadu hulu-hilir (ridge to reef) dan kolaborasi multipihak diharapkan mampu menyatukan batas administratif, mengintegrasikan kewenangan, dan menyinergikan kekuatan. Pendekatan ini menekankan kerja bersama antara pemerintah, daerah, dan berbagai pihak dalam menjaga hutan, melindungi keanekaragaman hayati, meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, serta mendukung solusi iklim berbasis alam,” tutur Dominggus.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelli Kambu mewakili Gubernur Elisa Kambu, juga menyampaikan komitmen kuat dari provinsi baru tersebut. “Kami ingin pengelolaan yang adil, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat. Inisiatif ini menunjukkan bahwa Papua tidak tertinggal dalam inovasi tata kelola lanskap,” tegasnya.