Papua-Barat.WahanaNews.co, Raja Ampat - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia secara resmi menetapkan pemungutan suara pada pilkada serentak tahun 2024, jatuh pada tanggal 27 november mendatang.
Demi lancarnya proses pemungutan suara di semua TPS, KPU membentuk badan adhoc yang terdiri dari PPK, PPS, dan KPPS berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024.
Baca Juga:
Membludak, Ribuan Simpatisan Antar Pasangan RUBI mendaftar ke KPU Raja Ampat
Adapun pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi telah membuka pendaftaran PPK untuk Pilkada 2024 dan secara nasional, proses pendaftaran PPK dimulai sejak 23 April 2024. Sementara untuk badan adhoc lainnya akan diumumkan lebih lanjut.
Berbeda dengan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Raja Ampat, dimana KPU Raja Ampat tidak melakukan tahapan sebagai mana tertuang dalam PKPU Nomor 2 tahun 2024. Bahwa untuk, PPS dan KPPS di Kabupaten Raja Ampat, KPU telah mensiasatinya dengan pembentukan badan adhoc dilakukan melalui penunjukan langsung kepada tenaga guru dan tenaga kesehatan untuk terlibat sebagai PPS dan KPPS.
Melihat hal itu, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kabupaten Raja Ampat, Arek Mambrasar lantas mempertanyakan regulasi yang dipakai oleh KPU Raja Ampat.
Baca Juga:
Panitia Pemilihan Distrik Waigeo Barat Kepulauan Umumkan Daftar Pemilihan Sementara (DPS) Jelang Pilkada Raja Ampat
Arek mengatakan, keterlibatan guru dan nakes sebagai penyelenggara pilkada patut dipertanyakan.
"Ada persoalan mendasar yang kemudian menjadi perhatian bersama, tak lain adalah kekurangan tenaga guru tetapi juga tenaga kesehatan, namun jelang pelaksanaan Pilkada, tiba-tiba tenaga medis dan guru ini diberikan tugas tambahan tingkat distrik maupun kampung. Ini tidak efektif, kenapa tidak efektif? tugas utamanya saja kita belum bisa pastikan, apakah dilakukan secara maksimal ataukah tidak? Lagi-lagi persoalan yang mendasarnya itu adalah bahwa ada kekurangan tenaga guru maupun tenaga medis di semua kampung," ujar Arek Mambrasar.
Menurut Arek, penunjukan tenaga guru dan tenaga kesehatan sebagai penyelenggara pilkada tingkat distrik dan kampung merupakan penambahan pekerjaan yang sudah tentu berpengaruh pada tugas dan fungsi sebagai tenaga pengajar dan kesehatan.
Patut kata Arek, keterlibatan tenaga guru dan nakes perlu dipertanyakan. Apalagi, berdasarkan aturan, pembentukan badan adhoc dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Bahwa, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024, jadwal pembentukan badan adhoc Pilkada 2024 yang terdiri dari PPK, PPS, dan KPPS diselenggarakan pada Rabu, 17 April 2024 sampai Selasa, 5 November 2024.
"Ada apa sebenarnya di balik ini, dan kepentingan siapa? tenaga medis dan tenaga pengajar ini diposisi penyelenggara Pemilu itu apakah?. Mestinya KPU menghargai proses awal, bagaimana ada orang yang secara pribadi menghantarkan dirinya untuk kemudian secara tidak langsung menyampaikan bahwa siap untuk menjadi penyelenggara tetapi kemudian itu diabaikan, KPU dengan sepihak mengakomodir pihak-pihak ini untuk masuk dan kemudian seolah-olah dipaksakan untuk memainkan perang ganda," ugkapnya.
Lanjut Arek, menjadi pertanyaan mendasar kenapa pilkada kali ini kok ASN menjadi wajib sebagai penyelenggara?
"Kami memastikan bahwa pemilu ini tidak akan transparan dan tidak akan bersih karena ada niatan buruk di awal di tahapan-tahapan. Apakah ini kepentingan KPU atau kepentingan Bawaslu, ataukah ada kepentingan pihak lain yang kemudian diboncengi penyelenggaraan? karena lagi-lagi ini agenda negara. Ayo mari kita sama-sama menjaga itu agar supaya pilkada tetap berjalan baik dan aman," demikian Arek Mambrasar.
[Redaktur: Hotbert Purba]