PAPUA.WAHANANEWS.CO, Nabire - Pemerintah Provinsi Papua Tengah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggelar Rapat Koordinasi Rencana Implementasi Program Sekolah Sepanjang Hari (SSH) sebagai wujud keseriusan dalam menghadirkan pendidikan yang bermutu dan ramah bagi semua, khususnya di wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).
Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, 31 Juli hingga 1 Agustus 2025, bertempat di Jalan Yos Sudarso No.9, Oyehe, Distrik Nabire, Kabupaten Nabire.
Dalam kesempatan itu, anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), Petrus Waine, yang turut hadir dalam kegiatan menyoroti persoalan mendasar yang menghambat efektivitas pelaksanaan program di Tanah Papua, khususnya yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Menurut Petrus, rendahnya daya serap anggaran Otsus tidak hanya terjadi di Papua Tengah, tetapi hampir merata di seluruh provinsi di wilayah Papua.
Baca Juga:
Papua Tengah Luncurkan "KO SEHAT", Arah Baru Hidup Sehat di Tanah Papua
“Daya serap sangat rendah karena persoalan mendasar ada pada tahap penyusunan program, pelaksanaan yang tidak tepat waktu, serta lemahnya pemanfaatan anggaran,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam banyak kasus, meskipun program dan anggaran telah tersedia, pelaksanaan sering kali tidak maksimal karena kurangnya koordinasi lintas sektor serta tidak adanya perencanaan yang matang berdasarkan skala prioritas.
“Kalau programnya sudah ada, anggarannya juga sudah siap, tapi waktu pelaksanaannya tidak diperhitungkan dengan baik, tentu hasilnya tidak akan maksimal. Ini semua kembali pada tata kelola,” ujarnya.
Petrus mengutip salah satu arahan Wakil Presiden RI, yang menurutnya menjadi dasar logis pendekatan pembangunan Papua: “Rumusnya adalah: 'di mana daerah yang gatal, garuklah di situ’. Artinya, program harus menyasar prioritas nyata, bukan sekadar simbolik,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya perencanaan yang berorientasi pada hasil, dan anggaran harus diarahkan pada wilayah dan sektor yang betul-betul membutuhkan. “Anggarkan, rencanakan, lalu laksanakan. Hasilnya harus bisa diukur,” tegasnya.
Petrus juga menyebut bahwa sebenarnya sistem informasi pendukung perencanaan dan pelaporan sudah tersedia, seperti SIPP, SIKD, dan SIPD.
Namun, ia menyayangkan bahwa masih banyak masyarakat maupun pemangku kepentingan di daerah yang belum memahami atau memanfaatkannya secara optimal.
“Padahal kalau dipahami dan digunakan, sistem-sistem itu bisa membantu percepatan pembangunan Papua,” tutupnya.
[Redaktur: Hotbert Purba]