PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Sorong - Keluarga seharusnya menjadi tempat perlindungan utama bagi setiap individu, khususnya anak-anak. Namun, narasi ideal ini runtuh oleh kenyataan pahit yang terjadi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, dimana seorang oknum pejabat tinggi daerah, yang menjabat sebagai Asisten I Sekretaris Daerah (Setda), diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya sendiri.
Kasus ini mencuat ke permukaan publik bukan melalui laporan formal awal, melainkan melalui siaran langsung Facebook yang emosional dari terduga korban, menciptakan kegaduhan sosial dan mendesak perhatian serius dari berbagai pihak.
Baca Juga:
Viral, Oknum Pejabat Asisten di Raja Ampat Diduga Melakukan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Kandung
Demikian disampaikan Muhammad Jufri Wandau, anggota Ikatan Mahasiswa Raja Ampat (IKMARA), Sabtu 13 Desember 2025.
Dari sisi etika dan moral, kata Muhammad Jufri Wanda, tindakan yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat tersebut merupakan sebuah pengkhianatan fundamental terhadap peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, kewajiban utamanya adalah melindungi, mengasuh dan menjamin keamanan fisik serta psikologis anaknya.
Pelecehan seksual dalam hubungan sedarah (inses) adalah pelanggaran moral tertinggi yang merusak tatanan nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Terlebih lagi, statusnya sebagai pejabat publik menuntut standar etika yang lebih tinggi. Pejabat seharusnya menjadi teladan integritas, moralitas, dan kepatuhan hukum bagi masyarakat yang dilayaninya.
Baca Juga:
Oknum Sekda Terlibat Kasus TPKS dan Tidak Hadir Bertugas, Yance Dasnarebo SH: Pelanggaran UU Aparatur Sipil Negara
Ia pun menyampaikan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma tersebut mencoreng institusi pemerintahan daerah dan menunjukkan krisis moralitas yang mendalam pada level kepemimpinan.
Secara hukum, aktivis muda itu juga menyampaikan dengan tegas bahwa dugaan tindakan ini merupakan tindak pidana serius. Kerangka hukum di Indonesia sangat jelas dalam melindungi korban dari kekerasan semacam ini. Pelaku dapat dijerat dengan undang-undang berlapis, terutama Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
UU Perlindungan Anak secara spesifik memberikan sanksi pemberatan pidana jika pelaku adalah orang tua kandung atau wali. Prinsip fundamental dalam negara hukum adalah persamaan kedudukan setiap warga negara di hadapan hukum (equality before the law).