Oleh sebab itu, sebagai perwakilan Indonesi ke Jepang, Cambodia, Thailand, dan Malaysia di tahun 2017 dalam Program kapal pemuda Asia Tenggara yang terfokus pada pertukaran budaya antara pemuda di Asia tenggara dan Jepang, David mengatakan ada banyak cara dan solusi yang bisa digunakan terkait isu pemburuan burung cenderawasih yang selanjutnya digunakan sebagai mahkota cenderawasih:
1. Penggantian mahkota dengan replika ramah lingkungan. Pemerintah daerah bersama lembaga adat dan pengrajin lokal perlu memproduksi mahkota replika dari bahan sintesis, serat alami dan lain sebagainya.
Baca Juga:
Sarmi Papua Guncang Lagi, 120 Gempa Susulan Tercatat Usai Lindu M6,6
2. Inventarisasi dan edukasi terhadap mahkota lama. Mahkota cenderawasih yang sudah beredar sebaiknya didata dan dikumpulkan melalui kerjasama pemerintah, lembaga adat, dan dinas terkait. Barang-barang ini tidak perlu dimusnahkan (dibakar), tetapi dapat dijadikan koleksi museum, pameran budaya, dan arsip sejarah agar generasi muda memahami nilai simbolisnya.
3. Edukasi adat dan gereja sebagai agen sosialisasi. Tokoh adat, kepala suku, pemuka agama, dan tokoh pendidikan perlu dilibatkan dalam kampanye kesadaran ekologis.
4. Dukungan ekonomi bagi pengrajin lokal. Untuk mencegah penjualan ilegal bulu cenderawasih, perlu dibuat program pelatihan dan pendanaan mikro (micro grant) bagi pengrajin yang beralih membuat replika.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Lantik Pengurus Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua
5. Integrasi ke dalam kebijakan dan festival resmi. Pemerintah daerah dapat menerbitkan peraturan daerah (PERDA) tentang pemakaian atribut budaya berkelanjutan, serta memastikan bahwa dalam festival budaya, tarian adat, dan upacara kenegaraan, hanya digunakan mahkota replika.
"Burung cenderawasih mencerminkan kehormatan, kebebasan, dan identitas orang Papua. Oleh sebab itu, buatlah kebijakan yang tepat terkait hal ini dan jangan yang kacau-balau dan asal-asalan," demikian David Dimara.
[Redaktur: Hotbert Purba]