PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Florida US - Makna mahkota burung cenderawasih bagi orang Papua sangat dalam dan sarat dengan nilai budaya, identitas, serta spiritualitas.
Demikian disampaikan David Dimara dalam keterangan tertulisnya kepada Papua-Barat.Wahananews.co, Rabu 22 Oktober 2025.
Baca Juga:
Sarmi Papua Guncang Lagi, 120 Gempa Susulan Tercatat Usai Lindu M6,6
David Dimara adalah mahasiswa asal Papua yang saat ini menempuh S2 Bidang Tourism, Hospitality, dan Event Management di University of Florida US.
David mengatakan, berapa hal terkait makna penting Mahkota Cenderawasih bagi orang Papua antara lain sebagai simbol keagungan dan kehormatan, simbol identitas dan kebanggaan Papua, makna spritual dan keterhubungan dengan alam, serta simbol keindahan dan harapan.
"Mahkota burung cenderawasih melambangkan kehormatan, keagungan, dan martabat bagi masyarakat Papua. Burung cenderawasih sering disebut “Bird of Paradise” dan menjadi icon identitas Papua di mata dunia. Secara spiritual, burung cenderawasih dipercaya sebagai utusan dari surga dan simbol kedamaian. Masyarakat Adat memandangnya sebagai perantara antara Manusia dan Sang Pencipta," kata David Dimara.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Lantik Pengurus Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua
Lebih lanjut dikatakan mantan Duta Pariwisata Papua Barat tahun 2013 bahwa, burung cenderawasih dikenal karena warna bulunya yang indah dan gerakannya yang anggun, sehingga mahkotanya juga sebagai simbol keindahan, harapan, dan kebebasan.
Adapun demikian, David mengakui bahwa sebagai anak Papua, dirinya tidak setuju terhadap pihak-pihak yang sering menggunakan mahkota cenderawasih dalam event-event tertentu.
"Saya melihat banyak pejabat daerah di Papua yang sering menggunakan mahkota cenderawasih, juga digunakan sebagai suatu tanda kehormatan jika ada pejabat negara dari Jakarta yang berkunjung ke Papua. Stop gunakan mahkota cenderawasih. Saya juga sangat tidak setuju dengan pembakaran puluhan mahkota burung cenderawasih yang terjadi di Jayapura, Papua, oleh BKSDA Papua. Ini bukan solusi yang tepat untuk melarang pemakaian mahkota burung cenderawasih," ujarnya.
Oleh sebab itu, sebagai perwakilan Indonesi ke Jepang, Cambodia, Thailand, dan Malaysia di tahun 2017 dalam Program kapal pemuda Asia Tenggara yang terfokus pada pertukaran budaya antara pemuda di Asia tenggara dan Jepang, David mengatakan ada banyak cara dan solusi yang bisa digunakan terkait isu pemburuan burung cenderawasih yang selanjutnya digunakan sebagai mahkota cenderawasih:
1. Penggantian mahkota dengan replika ramah lingkungan. Pemerintah daerah bersama lembaga adat dan pengrajin lokal perlu memproduksi mahkota replika dari bahan sintesis, serat alami dan lain sebagainya.
2. Inventarisasi dan edukasi terhadap mahkota lama. Mahkota cenderawasih yang sudah beredar sebaiknya didata dan dikumpulkan melalui kerjasama pemerintah, lembaga adat, dan dinas terkait. Barang-barang ini tidak perlu dimusnahkan (dibakar), tetapi dapat dijadikan koleksi museum, pameran budaya, dan arsip sejarah agar generasi muda memahami nilai simbolisnya.
3. Edukasi adat dan gereja sebagai agen sosialisasi. Tokoh adat, kepala suku, pemuka agama, dan tokoh pendidikan perlu dilibatkan dalam kampanye kesadaran ekologis.
4. Dukungan ekonomi bagi pengrajin lokal. Untuk mencegah penjualan ilegal bulu cenderawasih, perlu dibuat program pelatihan dan pendanaan mikro (micro grant) bagi pengrajin yang beralih membuat replika.
5. Integrasi ke dalam kebijakan dan festival resmi. Pemerintah daerah dapat menerbitkan peraturan daerah (PERDA) tentang pemakaian atribut budaya berkelanjutan, serta memastikan bahwa dalam festival budaya, tarian adat, dan upacara kenegaraan, hanya digunakan mahkota replika.
"Burung cenderawasih mencerminkan kehormatan, kebebasan, dan identitas orang Papua. Oleh sebab itu, buatlah kebijakan yang tepat terkait hal ini dan jangan yang kacau-balau dan asal-asalan," demikian David Dimara.
[Redaktur: Hotbert Purba]