WahanaNews-Papua Barat I Indonesia telah mempersiapkan para delegasi dan negosiator handal dalam perundingan iklim pada COP26 UNFCCC di Glasgow November mendatang.
Menteri LHK, Siti Nurbaya menekankan kepada para Delegasi Indonesia untuk COP 26 agar menunjukkan kepada Dunia Internasional bahwa Indonesia sangat serius dalam penanganan pengendalian perubahan iklim yang terencana dan solid antar sektor.
Baca Juga:
PLN Lakukan Berbagai Inisiatif Jalankan Arahan Presiden untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Tidak hanya pada upaya aksi mitigasi dan adaptasi, namun juga pada dukungan dari sektor pendanaan, dan ke depan Indonesia siap melakukan akselerasi di bidang teknologi rendah karbon.
Hal ini disampaikannya pada Pertemuan Koordinasi Final Delegasi Republik Indonesia pada Glasgow Climate Change Conference (COP26/CMP16/CMA3, SBSTA & SBI 52-55), yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Sabtu (23/10).
Salah satu bentuk keseriusan Indonesia adalah target Forest and Land Use (FoLU) Netsink Carbon pada tahun 2030 yang akan dibawa ke meja perundingan oleh Delegasi RI bekerjasama dengan negara-negara pemilik hutan tropis dunia seperti Brazil, Republik Demokratik Congo dengan tagline “Forest Power to Glasgow”.
Baca Juga:
Aktor Pemicu Longsor India yang Tewaskan 108 Orang Diungkap Ahli
Indonesia pun telah sepakat akan menjalin kolaborasi yang baik dengan Brazil dalam isu hutan tropis di Glasgow nanti, hal ini sudah didiskusikan oleh Menteri Siti dengan Menteri Lingkungan Hidup Brazil sebagai negara yang sama-sama memiliki hutan tropis terluas di dunia, pada pertemuan virtual 22 Oktober 2021.
Kepada para Delegasi RI yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga dan dunia usaha, Menteri Siti mengatakan bahwa, "Pemerintah siapkan langkah bersama kelola reduksi emisi karbon dari sektor kehutanan dan lahan dengan insentif dan pajak, serta sekaligus menegaskan bahwa beriringan dengan sektor kehutanan juga dikelola sektor energi dengan agenda dekarbonisasi."
Menteri Siti melanjutkan jika Indonesia telah berkomitmen untuk masa depan yang tangguh, rendah emisi dan berketahanan iklim dengan penyampaian dokumen Updated Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-Term Strategies Low Carbon and Climate Resilience 2050 pada 22 Juli 2021.
Komitmen dalam dokumen tersebut terus diperkuat salah satunya ditunjukkan Indonesia dalam pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Madam Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dilakukan secara virtual pada 10 September 2021 lalu.
Dalam pertemuan tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku National Focal Point to the UNFCCC, turut pula mengundang kehadiran virtual pimpinan Kementerian teknis terkait, yakni: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri II Badan Usaha Milik Negara, Wakil Menteri Keuangan, dan Wakil Menteri LHK, serta beberapa Direktur Jenderal dari Kementerian/lembaga. Tak lupa dukungan teknis dan moral dengan kehadiran virtual Duta Besar RI di London, dan Duta Besar RI di Berlin.
"Dengan adanya kehadiran para pimpinan dari Kementerian/Lembaga teknis yang terkait langsung dengan sektor-sektor emisi gas rumah kaca, hal tersebut menunjukkan bahwa, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan bantuan negara lain, serta target FOLU net sink di tahun 2030 dan Indonesia rendah karbon dan berketahanan iklim di tahun 2060 atau lebih cepat, adalah hasil koordinasi matang antar Kementerian/Lembaga dan lintas sektoral di jajaran Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo yang kita banggakan," tegas Menteri Siti.
Agenda paling krusial yang belum tuntas sejak COP24 di Katowice tahun 2018 adalah pengaturan teknis implementasi Article 6 of the Paris Agreement, operasionalisasi kerjasama internasional sukarela untuk pemenuhan NDC melalui mekanisme pasar dan non-pasar.
Arti penting negosiasi agenda tersebut bagi Indonesia sebut Menteri Siti adalah bahwa Indonesia sudah sangat siap dengan semua infrastruktur pendukung kebijakan. Indonesia telah mempersiapkan infrastruktur regulasi di dalam negeri, seperti Peraturan Presiden mengenai Nilai Ekonomi Karbon. Selain itu, Menteri Keuangan juga telah menetapkan Pajak Karbon sebagai bagian penguatan regulasi, serta mempersiapkan implikasinya pada sektor perdagangan internasional.
Sebagaimana pada COP-COP sebelumnya, Delegasi Indonesia juga terdiri dari unsur Pemerintah dan Non-Party Stakeholders (NPS). Indonesia cukup bangga bahwa implementasi kebijakan Leading by Example selain ditunjukkan oleh kerja Pemerintah juga diperlihatkan oleh non-state actors. Kiranya Indonesia bangga bahwa sesi-sesi di Paviliun Indonesia yang juga merupakan representasi dari kontribusi non-state actors.
Penyelenggaraan COP 26 di Glasgow masih dalam kondisi Pandemi COVID-19. Meskipun jumlah kasus baru COVID-19 cenderung menurun, namun tetap menerapkan protokol kesehatan dimanapun dan pada kegiatan apapun selama menghadiri COP26.
UNFCCC dan Pemerintah Inggris telah menetapkan prosedur ketat berupa COVID-19 Code of Conduct yang perlu ditaati oleh seluruh peserta, dan agar dipatuhi oleh seluruh delegasi.
"Sekembalinya ke Tanah Air, patuhi protokol Kesehatan yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia, dengan mengacu pada Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 tentang Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina, dan Kewajiban RT-PCR bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Internasional dan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19," pungkas Menteri Siti. [hot]