Wahananews-Papua Barat | Bertempat di Teminabuan, Sorong Selatan, Senin 15 November 2021, setelah Bupati Sorong Selatan mencabut izin-izin usaha perusahaan perkebunan kelapa sawit berlokasi di Distrik Konda, Teminabuan, Moswaren, Saifi dan Seremuk (Mei 2021).
Masyarakat adat di dalam dan sekitar daerah eks izin usaha tersebut menuntut pemerintah mengembalikan dan mengakui hak dan klaim masyarakat adat sebagai pemilik dan penguasa tanah dan hutan adat tersebut.
Baca Juga:
Pengakuan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Distik Konda, LP3BH Manokwari Apresiasi Bupati Sorong Selatan
Masyarakat adat berkehendak mengelola dan memanfaatkan lahan dan hasil hutan di wilayah adat berdasarkan inovasi pengetahuan adat setempat, mandiri, adil dan lestari.
Aspirasi tersebut disampaikan peserta kegiatan Dialog Kebijakan yang berlangsung di Gedung Putih Trinati, Kota Teminabuan, Sorong Selatan, pada 08 – 09 November 2021, diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Relawan Pemuda Tolak Sawit dan Peduli Lingkungan Sosial di Sorong Selatan.
“Saat ini, kami masyarakat adat Sub Suku Afsya dan Nakna di Distrik Konda sudah duduk dan sedang membuat peta tanah dan hutan adat, peta tempat-tempat penting, yang kami minta pemerintah akui dan lindungi hak masyarakat adat”, ungkap Sopice Sawor, tokoh perempuan adat dari Distrik Konda, pada pertemuan Dialog Kebijakan bersama pengambil kebijakan, dalam siaran pers yang Wahananews terima dari, Franky Samperante, Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Senin (15/11).
Baca Juga:
Pemkab Sorong Selatan Resmi Mengakui Masyarakat Adat dan Wilayah Adat di Distik Konda
Dialog Kebijakan bertema Kebijakan Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.
Dialog diikuti perwakilan masyarakat adat dari Distrik Saifi, Seremuk, Teminabuan, Wayer, Moswaren, Konda, Kais, Kais Darat dan Inanwatan, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Sorong Selatan, DPMA Knasaimos, DAP Sorong Selatan, LPHD Sira – Mangroholo, LMA Sorong, AMAN Sorong Raya, Samdhana Institute, Greenpeace Indonesia, Bentara Papua, ECONUSA, PBHKP, PMKRI, GMKI, GAMKI, GMNI dan relawan pemuda.
Peserta menekankan perlunya keterlibatan masyarakat adat seluas-luasnya dalam proses pembahasan rancangan kebijakan peraturan daerah.
Peserta mengusulkan substansi pengaturan mencakup dan memuat hak-hak masyarakat adat, antara lain: hak untuk menguasai dan memiliki, mengelola dan memanfaatkan tanah adat, hutan, dan kekayaan alam lainnya ; hak menyelenggarakan kelembagaan adat, hukum adat dan peradilan adat ; hak untuk melindungi dan melestarikan adat istiadat, bahasa, pendidikan adat, tempat sakral dan kepercayaan ; hak untuk menentukan pembangunan ; hak bebas untuk dipilih sebagai wakil rakyat, menentukan dan memilih wakil rakyat; hak perempuan adat ; hak untuk mendapatkan dan melakukan perlindungan lingkungan yang sehat ; hak mendapatkan pemulihan atas pelanggaran hak-hak masyarakat adat ; hak masyarakat adat untuk bebas berkumpul dan berpendapat.
Kebijakan pengakuan, perlindungan dan penghormatan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat merupakan hak konstitusional masyarakat adat, yang harus dipenuhi negara, jelas Franky Samperante.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Sorong Selatan, Theodorus H. Thesia, SH., MH., dan Sekretaris DPRD Sorong Selatan, Yoseph Bless, SH., MH., menjelaskan bahwa pemerintah daerah menerima usulan dan mendukung aspirasi masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan.
Bapemperda DPRD telah menetapkan ranperda pengakuan dan perlidungan hak masyarakat adat sebagai salah satu program legislasi tahun 2021.
“DPRD Kabupaten Sorong Selatan telah melakukan sidang pleno mendiskusikan rancangan perda tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Sorong Selatan, namun masih diperlukan pembobotan dan masukkan materi rancangan perda”, jelas Theodorus H. Thesia.
Dalam diskusi lanjutan dengan Kabag Hukum, Bapemperda dan Sekwan DPRD Sorong Selatan di Kantor Bupati Sorong Selatan, Teminabuan, pada 10 – 11 November 2021. Ketua Bapemperda, Agustinus M. Way, Wakil Ketua Bapemperda, Daud Senanfi, dan Sekretaris Bapemperda, Naomi N. Sagisolo, menjelaskan ranperda tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat
merupakan inisiatif DPRD Sorong Selatan.
DPRD akan usahakan perda ini segera bisa ditetapkan, disosialisasikan dan diundangkan dalam lembaran daerah di Sorong Selatan.
“Kami usahakan Ranperda ini dipastikan Desember 2021 ini, DPRD sedang menyusun tahapan proses pembahasan dan akan dipaketkan dengan APBD induk untuk mempercepat pembahasan,” ungkap Agustinus Way.
Bapemperda siap menerima masukkan dari masyarakat adat, relawan pemuda dan organisasi masyarakat sipil untuk pembobotan dan memperkaya legal drafting, termasuk penyelesaian naskah akademik, agar sesuai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah.
Nicodemus Wamafma, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menyampaikan, bahwa inisiatif DPRD ini sesuatu yang membahagiakan dan menjawab harapan masyarakat.
"Greenpeace akan selalu bersama mitra pembangunan dan sebagainya, akan siap mem back up, surat yang disampaikan DPRD kepada mitra pembangunan, bagian penting dari diskusi itu, kita akan berdiskusi untuk pembobotan, termasuk juga nasakah akademi dan legal drafting”, ungkap Nicodemus Wamafma. [hot]