Wahananews-Papua Barat | Kejaksaan Agung telah menetapkan satu orang sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai, Papua, tahun 2014.
Kejaksaan Agung telah merilis penetapan tersangka kasus pelanggaran HAM berat di Paniai awal April.
Baca Juga:
Komnas HAM Kawal Pelanggaran HAM di Papua, LP3BH Manokwari: Bagaimana Tentang Kasus Dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior dan Wamena
IS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-79/A/JA/12/2021 tanggal 3 Desember 2021 Nomor: Print-19/A/Fh.1/02/2022 tanggal 04 Februari 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan tertulisnya ke media Wahananews, Sabtu (2/4).
“Saya memberi apresiasi positif kepada Jaksa Agung Republik Indonesia yang telah menetapkan seorang oknum perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai tersangka dalam perkara dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Paniai Tahun 2014”, kata Warinussy salah satu pembela HAM di Papua.
Baca Juga:
Rakyat Papua Menaruh Harapan kepada Majelis Hakim, Buka Tabir Gelap Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Paniai
IS selaku tersangka, konon pernah memimpin atau setidaknya memegang kendali komando atas pasukan teritorial TNI di Enarotali, Paniai, Papua tahun 2014 yang lalu.
Kurang lebih 8 tahun semenjak peristiwa penembakan oleh sekelompok pasukan TNI terhadap warga sipil di lapangan Karel Gobay, Enarotali-Paniai, Papua telah merenggut nyawa 4 warga sipil, diantaranya anak sekolah serta 21 orang korban luka-luka.
Semenjak ditetapkannya, Tim Penyidik oleh Jaksa Agung RI berdasarkan Keputusan Nomor : 267/1021 tanggal 03 Desember 2021, maka di bawah pimpinan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), 22 Jaksa Senior bekerja melakukan penyidikan atas hasil kerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai penyelidik berdasarkan amanat UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penyidikan dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor : Print-79/A/JA/12/2021, tanggal 3 Desember 2021.
Tim yang berada secara teknis di bawah pimpinan Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jampidsus telah melakukan pemeriksaan terhadap 50 orang saksi yang berasal dari warga sipil 7 orang, anggota TNI 25 orang anggota Polri 18 orang serta 6 orang ahli, sehingga ditetapkan oknum perwira TNI berinisial IS tersebut sebagai tersangka peristiwa pelanggaran HAM Berat Paniai.
Hal mana didasarkan pada pasal 42 ayat (1) jo pasal 9 huruf a Jo pasal 7 huruf b UU No.26 Tahun 2000 pasal 40 Jo pasal 9 huruf h jo pasal 7 huruf b UU No.26 Tahun 2000.
Sebagai advokat Pembela HAM di Tanah Papua, Warinussy meminta perhatian Jaksa Agung RI agar segera melimpahkan berkas perkara peristiwa Pelanggaran HAM Berat Paniai ini ke Pengadilan yang bewenang.
“Diharapkan demi terpenuhinya rasa keadilan dari para korban Pelanggaran HAM Berat Paniai, maka Presiden Republik Indonesia dapat mengeluarkan Keputusan Pembentukan Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Jayapura kelas I A”, ungkap Yan Christian Warinussy.
Selambat-lambatnya dalam pertengahan tahun 2022, pengadilan HAM dapat dibentuk di Jayapura berdasarkan amanat pasal 45 ayat (1) ayat (2) UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Warinussy memberikan masukan.
Bagaimanapun keadilan bagi para korban keluarga mereka di Enarotali, Paniai, Provinsi Papua mesti diletakkan sebagai awal indikator dalam mengukur efektivitas penagakan hukum dalam konteks penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Paniai tersebut, bukan karena mengejar terpenuhinya tuntutan dunia internasional yang bisa berakhir pada utopia atau pencitraan wajah penghormatan hukum HAM semata di tanah Papua Indonesia, Yan Christian Warinussy mengakhiri. [Hot]