Sorong, WahanaNews-Papua Barat | Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melepasliarkan 867 ekor tukik (red-anak penyu) dalam Festival Egek I di Pantai Malaumkarta Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
867 tukik yang dilepasliarkan berasal dari 500 lebih sarang penyu yang bertelur di pulau Um dan Pantai Malaumkarta sepanjang musim peneluran dari bulan Maret – Juni 2023.
Baca Juga:
Serangan Brutal KKB di Papua: Satu Polisi Tewas, Warga Terluka
Pelepasliaran telah dilakukan oleh para petugas dari Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL), kata Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Muhammad Yusuf, dikutip Selasa (13/6/23).
Yusuf menjelaskan bahwa pelepasliaran tukik dirangkai dengan Festival Egek I Malaumkarta sejak ditetapkannya masyarakat hukum adat (MHA) Malaumkarta di Tahun 2017.
Egek merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam baik di hutan atau di laut oleh masyarakat Suku Moi di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Baca Juga:
Penukaran Utang dengan Konservasi, KKP Optimalkan Terumbu Karang di Wilayah Timur
Selain mengatur soal pelarangan mengambil komoditas laut yaitu lobster, udang, teripang dan lola, Egek juga mengatur larangan penggunaan alat tangkap seperti jaring, bom dan bius.
Hasil ataupun nilai ekonomi dari Egek dapat menunjang kebutuhan ekonomi dan juga dimanfaatkan untuk kebutuhan bersama masyarakat di Kampung Malaumkarta.
Lanjut Muhammad Yusuf, Masyarakat hukum adat (MHA) Malaumkarta, yang merupakan MHA pertama yang diakui sejak Permen KP melalui Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hukum Adat dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Laut di Kampung Malaumkarta Distrik Makbon Kabupaten Sorong.
Pengakuan terhadap keberadaan MHA di Indonesia menurut Yusuf telah memiliki dasar hukum yang kuat dan tertuang pada Pasal 18B Ayat 2 Amandemen UUD 1945 Kedua yang disahkan pada Agustus 2000 dan UU Nomor 27 tahun 2007 junto UU Nomor 1 tahun 2014 dimana pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat.
“Pengakuan ini salah satu bagian strategi KKP untuk menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati laut di Indonesia bersama-sama dengan masyarakat hukum adat sebagai implementasi kebijakan ekonomi biru,” lanjutnya.
Kepala LPSPL Sorong Santoso Budi Widiarto menyampaikan bahwa sebagai upaya perlindungan dan pelestarian penyu, LPSPL Sorong telah melakukan kegiatan monitoring dan pendataan populasi penyu di Malaumkarta sejak tahun 2017.
“Tahun 2023, bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara dan Econusa, LPSPL Sorong memberdayakan masyarakat adat Malaumkarta yang tergabung dalam Pokmaswas PGM Malaumkarta untuk dijadikan sebagai enumerator yang bertugas melakukan pendataan,” ujar Santoso.
Pelepasliaran tukik ini merupakan kolaborasi LPSPL Sorong bersama masyarakat hukum adat Malaumkarta, Pemerintah Kabupaten Sorong, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Direktorat Kebudayaan Ditjen Kemdikbud dan Kementerian Pariwisata, demikian Muhammad Yusuf. [hotbert purba]