Wahananews- Papua Barat | Pada tanggal 3 September 2022 Pemerintah memutuskan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi khususnya Pertalite yang sebelumnya Rp.7.650 per liter naik menjadi Rp.10.000 per liter, dan solar yang sebelumnya Rp. 5.150 per liter naik menjadi Rp. 6.800 per liter.
Sementara BBM Non-subsidi Pertamax dari semula Rp. 12.500 per liter berubah menjadi Rp. 14.500 per liter.
Baca Juga:
680 Liter Pertalite Diamankan, Sat Reskrim Polres Subulussalam Tangkap Seorang Pria Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM
Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM tentu dianggap tidak populis oleh banyak kalangan, karena kondisi ekonomi masyarakat yang lesu akibat COVID 19 memerlukan dukungan pemerintah.
Salah satunya adalah akses pemodalan, kemudahan usaha dan kebijakan stimulus lainya. Kondisi ekonomi yang baru saja pulih dan mau berkembang ini di perhadapkan dengan kebijakan kenaikan harga BBM.
Walaupun mayoritas masyarakat berpandangan demikian, pemerintah tentu punya alasan dan landasan serta hitung-hitungan ekonomi yang matang untuk melakukan kebijakan tersebut.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Tindak Tegas SPBU Nakal
Alasan pemerintah menaikan harga BBM di dasari pada semakin besarnya beban subsidi, dan hasil subsidi itu lebih banyak di nikmati oleh kelas menengah keatas. Sehingga beban subsidi ini di anggap memberatkan pemerintah.
Karena itu perlu ada reformulasi kebijakan harga BBM Subsidi. Kebijakan menaikan harga BBM bukan di sebabkan oleh harga minyak dunia yang naik, tetapi justru sebaliknya, harga minyak dunia saat ini dari 100 U€ Per Barel turun ke Level 90 €D Per barel sehingga kebijakan ini di pandang tidak popular.
Kebijakan BBM Satu Harga dan Harapan Masyarakat di Daerah Indonesia Timur