Pengancaman dan pemaksaan penghapusan konten karya jurnalistik merupakan bentuk nyata tindakan menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik.
Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi yang dijamin melalui Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers, ujarnya.
Baca Juga:
Hari Jadi ke-73: Humas Polri Gelar Donor Darah Bareng Wartawan
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, segala tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik itu diancam pidana maksimal 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta, demikian Loury Da Costa, SH.
Dalam keterangan pers, Jaringan Pembela Kemerdekaan Pers Papua menyampaikan:
1. Mengecam aksi premanisme dengan melakukan pengancaman pembunuhan dan perusakan terhadap redaksi Teropong News. Praktik penghalangan kerja jurnalistik seperti itu merusak iklim demokrasi dan membahayakan kemerdekaan pers yang telah dijamin melalui Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers.
Baca Juga:
Berhadiah Total Rp480 Juta, Waktu Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Masih Dua Pekan Lagi
2. Mendukung langkah redaksi Teropong News yang telah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Sorong Kota untuk dilakukan penegakan hukum dan sebagai wujud jaminan perlindungan hukum bagi jurnalis yang menjalankan profesinya. Pemerintah dan aparat penegak hukum wajib memberikan perlindungan hukum sebagaimana diamatkan dalam Pasal 8 UU Pers.
3. Mendesak penyidik Polresta Sorong Kota/ Polda Papua Barat agar memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis dan media Teropong News dan melakukan penegekan hukum terhadap pelaku pengancaman pembunuhan dan pembakaran kantor media tersebut.
4. Meminta kepada seluruh pihak untuk menghargai karya jurnalistik sebagai bagian dari penegakan hak asasi manusia dan kemerdekaan pers di Indonesia. Keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab. Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15. [anang/hot]