WahanaNews-Papua Barat | Jaringan Pembela Kemerdekaan Pers Papua mengecam upaya intimidasi dan pengancaman pembunuhan dan perusakan terhadap jurnalis dan media Teropong News, pada 13 Maret 2023.
Tindakan premanisme itu dilakukan setelah publikasi pemberitaan yang menyoroti maraknya aksi pembalakan liar di Kabupaten Sorong.
Baca Juga:
Hari Jadi ke-73: Humas Polri Gelar Donor Darah Bareng Wartawan
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (KPBHKP) Sorong, Loury Da Costa, SH, dalam rilis mengatakan, kejadian itu bermula saat sekelompok pria mengendarai dua unit truk mendatangi Kantor Redaksi Media Teropong News yang berlokasi di Jalan Sungai Kamundan Km.12 Kota Sorong, Papua Barat Daya, sekira pukul 13.00 WIT kemarin.
Kedatangan mereka untuk memaksa agar redaksi Teropong News segera menghapus berita terkait illegal logging di Kabupaten Sorong.
Mereka lalu mengancam akan membakar kantor serta membunuh karyawan yang saat itu berada di dalam Gedung kantor redaksi Teropong News jika perintah itu tidak dilakukan.
Baca Juga:
Berhadiah Total Rp480 Juta, Waktu Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Masih Dua Pekan Lagi
Pelaku juga melakukan intimidasi dan mengancam akan menghabisi nyawa karyawan Teropong News yang ditemui di jalanan, setelah lebih dulu merekam wajah mereka. Usai melakukan pengancaman, sekelompok massa tersebut bergegas meninggalkan Kantor Redaksi Teropong News.
Atas tindakan premanisme itu, pihak Media Teropong News telah melakukan upaya hukum melalui Kepolisian Resor Kota (Polresta) Sorong Kota, melalui pelaporan polisi nomor LP/B/227/III/2023/POLRESTA SORONG KOTA/POLDA PAPUA BARAT.
"Tindakan sekelompok massa itu telah mencederai iklim demokrasi dan mengancam kemerdekaan pers di Indonesia", kata Loury Da Costa.
Pengancaman dan pemaksaan penghapusan konten karya jurnalistik merupakan bentuk nyata tindakan menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik.
Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi yang dijamin melalui Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers, ujarnya.
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers, segala tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik itu diancam pidana maksimal 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta, demikian Loury Da Costa, SH.
Dalam keterangan pers, Jaringan Pembela Kemerdekaan Pers Papua menyampaikan:
1. Mengecam aksi premanisme dengan melakukan pengancaman pembunuhan dan perusakan terhadap redaksi Teropong News. Praktik penghalangan kerja jurnalistik seperti itu merusak iklim demokrasi dan membahayakan kemerdekaan pers yang telah dijamin melalui Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers.
2. Mendukung langkah redaksi Teropong News yang telah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Sorong Kota untuk dilakukan penegakan hukum dan sebagai wujud jaminan perlindungan hukum bagi jurnalis yang menjalankan profesinya. Pemerintah dan aparat penegak hukum wajib memberikan perlindungan hukum sebagaimana diamatkan dalam Pasal 8 UU Pers.
3. Mendesak penyidik Polresta Sorong Kota/ Polda Papua Barat agar memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis dan media Teropong News dan melakukan penegekan hukum terhadap pelaku pengancaman pembunuhan dan pembakaran kantor media tersebut.
4. Meminta kepada seluruh pihak untuk menghargai karya jurnalistik sebagai bagian dari penegakan hak asasi manusia dan kemerdekaan pers di Indonesia. Keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab. Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15. [anang/hot]