Papua-Barat.WahanaNews.co, Sorong - Penerapan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia, yang bertujuan untuk memberikan solusi atas tantangan pembangunan, kesejahteraan, dan hubungan pusat-daerah di wilayah ini. Kebijakan ini dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang kemudian diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021.
Dengan Otsus, pemerintah memberikan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah Papua untuk mengelola sumber daya mereka secara mandiri, termasuk alokasi dana khusus yang ditujukan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Baca Juga:
"Refleksi 23 Tahun Otonomi Khusus Papua: Langkah Strategis Membangun Papua Barat Daya"
Namun, pelaksanaan Otsus di Papua tidak tanpa tantangan. Isu-isu seperti kesenjangan sosial, keberlanjutan pembangunan, dan aspirasi politik masyarakat adat sering kali menjadi sorotan dalam evaluasi Otsus. Selain itu, kehadiran Provinsi baru seperti Papua Barat Daya juga mencerminkan dinamika yang kompleks dalam implementasi Otsus, baik dari aspek administratif maupun sosial-ekonomi.
Pentingnya Peringatan 23 Tahun Otsus sebagai Momen Refleksi
Memasuki usia 23 tahun, pelaksanaan Otsus di Papua menjadi momen penting untuk melakukan refleksi terhadap capaian dan tantangan yang dihadapi. Perjalanan panjang ini telah menghasilkan berbagai kemajuan, seperti peningkatan akses pendidikan melalui program beasiswa Otsus dan pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam mempersempit kesenjangan antarwilayah, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia lokal, dan mengatasi persoalan konflik sosial.
Baca Juga:
Derap Pembangunan 23 Tahun Otsus di Papua, Refleksi dan Capaian di Papua Barat Daya
Peringatan ini menjadi relevan, bukan hanya sebagai ritual seremonial, tetapi juga sebagai platform evaluasi strategis bagi pemerintah pusat dan daerah. Refleksi ini memungkinkan penyusunan strategi baru yang lebih terukur untuk menjawab kritik publik serta memperbaiki pelaksanaan kebijakan di masa mendatang, khususnya di provinsi-provinsi hasil pemekaran seperti Papua Barat Daya.
Fokus pada Pencapaian dan Tantangan di Papua Barat Daya
Sebagai provinsi termuda, Papua Barat Daya baru menjalani implementasi Otsus selama 1 tahun 11 bulan sejak pemekarannya pada Desember 2022. Dalam waktu singkat ini, Papua Barat Daya telah menunjukkan berbagai pencapaian, seperti percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan peningkatan akses layanan kesehatan. Selain itu, keberadaan dana Otsus menjadi modal utama untuk mendukung pembangunan daerah, meskipun masih memerlukan pengelolaan yang lebih efektif dan transparan.
Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak kecil. Keterbatasan sumber daya manusia lokal, minimnya investasi sektor swasta, dan kompleksitas budaya menjadi faktor penghambat utama. Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolaboratif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memaksimalkan potensi Otsus di wilayah ini.
BAB I: LATAR BELAKANG OTONOMI KHUSUS DI PAPUA
1.1 Sejarah dan Dasar Hukum Otonomi Khusus di Papua
Otonomi Khusus (Otsus) di Papua dimulai dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, yang memberikan kewenangan khusus kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengelola sumber daya alam serta urusan pemerintahan secara lebih mandiri. Kebijakan ini lahir sebagai respons atas tuntutan masyarakat Papua terhadap pengakuan hak-hak adat dan keadilan pembangunan, dengan semangat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tahun 2021, undang-undang ini direvisi melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, yang memperluas cakupan alokasi dana Otsus dan mengatur pemekaran wilayah baru untuk mendukung pemerataan pembangunan.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menjawab kritik terhadap implementasi Otsus sebelumnya yang dianggap belum optimal dalam mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi. Selain itu, revisi ini juga mempertegas peran masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan di tingkat lokal.
1.2 Tujuan Otsus dalam Peningkatan Kesejahteraan dan Pelestarian Budaya Lokal
Otsus dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan di Papua, mulai dari kemiskinan, akses terbatas ke pendidikan dan kesehatan, hingga ketimpangan infrastruktur. Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua melalui alokasi dana yang difokuskan pada sektor-sektor vital, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Dana Otsus juga digunakan untuk melaksanakan program afirmasi, seperti beasiswa bagi pelajar Papua, serta pembangunan fasilitas kesehatan di daerah terpencil.
Selain itu, Otsus berfungsi sebagai instrumen untuk melindungi dan melestarikan budaya lokal Papua. Dalam implementasinya, kebijakan ini memberikan pengakuan terhadap hak-hak ulayat, pemberdayaan masyarakat adat, dan pelestarian kearifan lokal sebagai bagian integral dari identitas Papua. Namun, keberhasilan pelaksanaan tujuan ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
1.3 Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya sebagai Bagian dari Implementasi Otsus
Pemekaran wilayah menjadi salah satu kebijakan strategis dalam implementasi Otsus yang bertujuan untuk mendekatkan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan di Papua. Salah satu hasil dari kebijakan ini adalah pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, yang resmi disahkan pada Desember 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022. Pembentukan provinsi ini merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk mengatasi kesenjangan antarwilayah dan memberikan perhatian lebih kepada daerah-daerah yang sebelumnya kurang terjangkau.
Sebagai provinsi baru, Papua Barat Daya menghadapi tantangan besar, termasuk penguatan kapasitas sumber daya manusia, pengelolaan dana Otsus secara transparan, dan harmonisasi kebijakan dengan wilayah induk, yaitu Papua Barat. Meskipun demikian, pembentukan provinsi ini diharapkan dapat membawa dampak positif dalam jangka panjang, baik dari sisi pemerataan pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat lokal.
BAB II: CAPAIAN PEMBANGUNAN DALAM 23 TAHUN OTSUS DI PAPUA
2.1 Bidang Sosial dan Budaya
Dalam 23 tahun pelaksanaan Otsus, bidang sosial dan budaya telah menjadi fokus utama untuk menjaga keunikan dan keberlanjutan identitas masyarakat Papua. Program pelestarian budaya lokal dilakukan melalui penguatan adat, seperti dukungan terhadap Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan revitalisasi kearifan lokal. Selain itu, festival budaya seperti Festival Lembah Baliem dan Festival Danau Sentani menjadi platform penting untuk mempromosikan warisan budaya Papua kepada dunia.
Dalam aspek sosial, program-program afirmasi seperti bantuan sosial berbasis komunitas adat dan perlindungan terhadap kelompok rentan menjadi bagian integral dari kebijakan Otsus. Pemerintah daerah juga mendorong keterlibatan perempuan Papua dalam kegiatan sosial dan budaya sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat.
2.2 Bidang Pendidikan
Otsus telah membawa perubahan signifikan dalam peningkatan akses pendidikan di Papua. Dana Otsus digunakan untuk membangun sekolah-sekolah baru, terutama di daerah terpencil yang sebelumnya sulit dijangkau. Program beasiswa Otsus telah memberikan kesempatan kepada ribuan pelajar Papua untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Meskipun masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya tenaga pengajar di wilayah pedalaman, pemerintah terus berupaya menyediakan fasilitas pendidikan yang lebih baik, termasuk digitalisasi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kebijakan zonasi berbasis budaya juga diterapkan untuk memadukan pendidikan formal dengan nilai-nilai lokal.
2.3 Bidang Kesehatan
Dalam bidang kesehatan, Otsus telah memungkinkan perbaikan signifikan terhadap fasilitas kesehatan, terutama di daerah pedalaman. Pembangunan Puskesmas dan Rumah Sakit yang dilengkapi dengan peralatan modern menjadi salah satu capaian utama. Program kesehatan ibu dan anak, seperti imunisasi dan layanan persalinan gratis, telah membantu menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan di Papua.
Selain itu, adanya program penyediaan tenaga kesehatan berbasis kontrak di bawah skema Otsus membantu mengatasi kekurangan tenaga medis di wilayah terpencil. Kampanye kesehatan masyarakat juga dilakukan untuk mengurangi prevalensi penyakit menular, seperti malaria dan TBC, yang sebelumnya menjadi masalah utama di Papua.
2.5 Bidang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan salah satu bidang yang menerima porsi terbesar dari dana Otsus. Pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan menjadi prioritas untuk meningkatkan konektivitas di wilayah Papua yang terkenal dengan medan geografis yang sulit. Proyek-proyek strategis, seperti Jalan Trans Papua, telah memberikan dampak besar dalam membuka akses wilayah yang sebelumnya terisolasi.
Selain jalan dan jembatan, pemerintah juga membangun fasilitas publik seperti pasar, terminal, dan infrastruktur air bersih untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Upaya ini tidak hanya mempermudah aksesibilitas, tetapi juga mempercepat distribusi barang dan jasa ke wilayah-wilayah pedalaman.
2.4 Bidang Ekonomi
Pengembangan ekonomi lokal melalui Otsus difokuskan pada pemberdayaan UMKM, pengelolaan hasil hutan, dan pengembangan sektor pariwisata. Banyak masyarakat Papua yang kini terlibat dalam usaha mikro, seperti kerajinan tangan berbasis budaya, pemasaran hasil pertanian, dan perikanan.
Peningkatan pendapatan masyarakat juga didorong melalui program bantuan modal usaha serta pelatihan keterampilan. Pemerintah daerah bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk memberikan akses permodalan yang lebih mudah kepada pelaku usaha di Papua. Pariwisata berbasis adat juga mulai berkembang, menawarkan potensi ekonomi baru yang menjanjikan.
BAB III: 1 TAHUN 11 BULAN IMPLEMENTASI OTSUS DI PAPUA BARAT DAYA
3.1 Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur
Implementasi Otsus di Papua Barat Daya telah memacu aktivitas ekonomi lokal melalui pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang didukung oleh dana Otsus. Program pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan kewirausahaan dan bantuan modal usaha telah mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi berbasis komunitas, termasuk sektor pertanian, perikanan, dan kerajinan tangan.
Dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Provinsi Papua Barat Daya periode 2024 – 2026 telah memiliki lima program prioritas. Adapun program- program unggulan tersebut seperti tersaji dalam Gambar 1 adalah sebagai berikut:
Program Dukungan Pendidikan Dokter/Dokter Spesialis (PRODIKTER)
Program Beasiswa Generasi Emas (BIS- GEMAS)
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - Pemberian Kredit tanpa Bunga Kepada Pengusaha OAP (BERDAYA-EKOMAS)
Program Jaminan 1000 Hari Pertama Kehidupan (JAMBU-HIDUP)
Bantuan 250 ribu per bulan per orang (OAP) usia di atas 65 tahun (PAITUA).
Apabila dicermati program-program prioritas tersebut secara langsung merupakan upaya untuk mengentaskan stunting dan kemiskinan di Provinsi Papua Barat Daya. Program prioritas tersebut diharapkan dapat mendorong akselerasi pembangunan dan pelayanan publik sesuai kebutuhan dan konteks daerah serta mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan.
Dalam bidang infrastruktur, pembangunan jalan raya dan jembatan di wilayah ini telah meningkatkan mobilitas masyarakat dan distribusi barang. Proyek strategis seperti pembukaan akses ke daerah pedalaman dan pengembangan pelabuhan lokal juga berdampak signifikan pada konektivitas wilayah. Hasilnya, aksesibilitas ke pasar dan pusat pelayanan publik menjadi lebih mudah, yang pada gilirannya meningkatkan aktivitas ekonomi di Papua Barat Daya.
3.2 Pendidikan dan Kesehatan
Dalam bidang pendidikan, Papua Barat Daya telah memanfaatkan dana Otsus untuk meningkatkan fasilitas pendidikan di wilayah pedalaman, termasuk pembangunan sekolah dan penyediaan tenaga pengajar. Program beasiswa Otsus tetap menjadi andalan untuk memberikan akses pendidikan tinggi bagi generasi muda Papua Barat Daya, baik di dalam maupun luar negeri. Peningkatan kompetensi guru juga dilakukan melalui program pelatihan yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi pendidikan.
Sektor kesehatan menunjukkan kemajuan melalui pembangunan Puskesmas dan peningkatan layanan kesehatan di daerah terpencil. Program kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama, bersama dengan upaya menekan angka prevalensi malaria dan TBC melalui program imunisasi dan kampanye kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga menyediakan tenaga kesehatan kontrak untuk daerah-daerah yang sulit diakses.
3.3 Peran Pemerintah dan Kebijakan Khusus di Papua Barat Daya
Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya telah berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan Otsus dan memastikan keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pembangunan. Kebijakan afirmasi yang memberikan prioritas kepada masyarakat adat dalam pekerjaan proyek pemerintah, serta alokasi anggaran berbasis kebutuhan lokal, merupakan langkah nyata pemerintah dalam menjamin manfaat Otsus dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Kolaborasi antara pemerintah daerah dan pusat juga terus dilakukan untuk memastikan bahwa dana Otsus dikelola secara transparan dan akuntabel. Selain itu, kebijakan khusus yang mendukung pendidikan berbasis budaya lokal dan penguatan peran perempuan dalam pembangunan turut memperkaya pelaksanaan Otsus di Papua Barat Daya.
3.4 Tantangan
Meskipun telah menunjukkan berbagai capaian, implementasi Otsus di Papua Barat Daya masih menghadapi sejumlah kendala. Kondisi geografis yang sulit, seperti pegunungan dan daerah terpencil, menjadi hambatan utama dalam distribusi logistik dan pembangunan infrastruktur. Selain itu, alokasi anggaran yang terbatas untuk proyek-proyek strategis sering kali menghambat pelaksanaan program.
Partisipasi masyarakat lokal dalam beberapa kasus juga masih rendah, baik karena kurangnya pemahaman terhadap program Otsus maupun minimnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Tantangan lainnya adalah memastikan pengelolaan dana Otsus tetap transparan dan bebas dari korupsi, yang menjadi perhatian penting untuk keberlanjutan program ini.
BAB IV: EVALUASI DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI OTSUS DI PAPUA BARAT DAYA
4.1 Kesenjangan Antara Harapan dan Kenyataan Pelaksanaan Otsus
Otonomi Khusus (Otsus) di Papua Barat Daya diharapkan dapat memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan. Namun, dalam realitasnya, masih terdapat kesenjangan antara harapan dan hasil implementasi. Beberapa kelompok masyarakat merasa manfaat Otsus belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil yang masih minim akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Harapan besar terhadap percepatan pembangunan juga terkendala oleh birokrasi yang lambat serta kurangnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap program Otsus terkadang menurun akibat kurang transparannya pengelolaan dana dan kurangnya komunikasi yang efektif mengenai manfaat kebijakan ini.
4.2 Analisis terhadap Efektivitas Penggunaan Dana Otsus
Penggunaan dana Otsus merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian khusus dalam evaluasi kebijakan ini. Sebagian besar dana telah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Namun, efektivitas penggunaannya masih menghadapi tantangan, terutama dalam aspek perencanaan dan eksekusi.
Studi menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara alokasi anggaran dan kebutuhan masyarakat lokal. Beberapa program terhenti karena masalah teknis dan minimnya kapasitas pengelolaan proyek. Selain itu, pengawasan terhadap dana Otsus masih perlu diperketat untuk mencegah kebocoran anggaran dan memastikan dana benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
4.3 Tantangan Birokrasi, Keamanan, dan Inklusi Sosial
Implementasi Otsus di Papua Barat Daya tidak terlepas dari tantangan birokrasi yang kompleks. Proses administrasi yang lambat dan kapasitas kelembagaan yang belum optimal sering kali menghambat kelancaran program-program pembangunan. Selain itu, isu keamanan di beberapa wilayah turut memengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan, terutama di daerah yang rawan konflik sosial.
Dalam aspek inklusi sosial, masih terdapat kesenjangan partisipasi antara masyarakat adat dan kelompok pendatang. Upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan Papua dan kelompok rentan dalam proses pembangunan juga memerlukan perhatian lebih agar kebijakan Otsus benar-benar inklusif dan berkeadilan.
4.4 Solusi Strategis untuk Mengatasi Kendala Implementasi Otsus
Mengatasi kendala implementasi Otsus di Papua Barat Daya membutuhkan pendekatan strategis yang komprehensif. Beberapa solusi yang dapat diusulkan meliputi:
Penguatan Birokrasi Lokal: Melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas SDM pemerintah daerah, serta penyederhanaan prosedur administrasi.
Transparansi Pengelolaan Dana: Menggunakan teknologi digital untuk memantau alokasi dan realisasi dana Otsus secara real-time, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan.
Peningkatan Keamanan: Kolaborasi antara aparat keamanan dan masyarakat lokal untuk menciptakan stabilitas sosial di wilayah yang rawan konflik.
Pendekatan Inklusif: Melibatkan masyarakat adat, perempuan, dan kelompok rentan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.
Evaluasi Berkala: Melakukan audit independen dan evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan program Otsus untuk memastikan kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat.
BAB V: PROSPEK MASA DEPAN DAN REKOMENDASI
5.1 Rekomendasi Peningkatan Implementasi Otsus di Papua Barat Daya untuk Pembangunan yang Berkelanjutan
Untuk memastikan implementasi Otsus berjalan lebih efektif dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan, beberapa rekomendasi dapat diajukan:
Peningkatan Kapasitas SDM: Mengadakan pelatihan teknis dan manajerial bagi aparat pemerintah lokal agar mampu mengelola dana dan program Otsus secara efektif.
Penyesuaian Program dengan Kebutuhan Lokal: Melibatkan masyarakat dalam identifikasi kebutuhan dan penyusunan program agar hasilnya lebih relevan dengan kondisi setempat.
Peningkatan Infrastruktur Digital: Memanfaatkan teknologi informasi untuk transparansi pengelolaan anggaran dan penyebaran informasi mengenai program Otsus.
Penguatan Sistem Monitoring dan Evaluasi: Membangun sistem pemantauan berbasis data untuk mengevaluasi efektivitas setiap program secara berkala.
5.2 Penguatan Peran Pemerintah, Masyarakat, dan Lembaga Adat
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga adat adalah kunci keberhasilan implementasi Otsus. Pemerintah perlu memperkuat peran lembaga adat sebagai mitra dalam menjaga keberlanjutan budaya dan kearifan lokal, sekaligus melibatkan mereka dalam perencanaan pembangunan.
Masyarakat, terutama generasi muda, harus didorong untuk aktif berpartisipasi melalui program pemberdayaan dan pendidikan. Selain itu, penguatan hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal melalui pendekatan dialogis dapat meningkatkan kepercayaan dan dukungan terhadap kebijakan Otsus.
5.3 Kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Meningkatkan Efektivitas Program Otsus
Kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk memastikan program Otsus dapat berjalan optimal. Pemerintah pusat diharapkan terus memberikan dukungan, baik dalam bentuk pendanaan maupun bimbingan teknis, sementara pemerintah daerah perlu memastikan kebijakan pusat disesuaikan dengan kondisi lokal.
Pendekatan berbasis konsultasi bersama antara pusat dan daerah dalam penyusunan kebijakan dapat mengurangi potensi miskomunikasi dan meningkatkan akuntabilitas. Selain itu, kolaborasi dengan lembaga non-pemerintah dan mitra internasional juga dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas pembangunan daerah.
5.4 Prospek Papua Barat Daya dalam Mencapai Tujuan Otsus Jangka Panjang dan Kontribusinya terhadap Kesatuan NKRI
Dalam jangka panjang, Papua Barat Daya memiliki potensi besar untuk mencapai tujuan Otsus, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperkuat identitas budaya, dan menciptakan kesetaraan pembangunan dengan daerah lain di Indonesia. Dengan pengelolaan yang tepat, Papua Barat Daya dapat menjadi model keberhasilan implementasi Otsus di wilayah Papua.
Kontribusi Papua Barat Daya terhadap kesatuan NKRI dapat diwujudkan melalui pembangunan yang inklusif, pelibatan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan, dan penguatan persatuan melalui program-program sosial dan budaya. Dengan demikian, Papua Barat Daya tidak hanya akan maju secara ekonomi tetapi juga menjadi pilar penting dalam memperkuat integrasi nasional.
PENUTUP
Refleksi terhadap 23 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua, terutama di Papua Barat Daya, menunjukkan adanya kemajuan signifikan dalam beberapa aspek, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, pelaksanaan Otsus juga masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk kesenjangan antara harapan dan kenyataan, pengelolaan dana yang perlu ditingkatkan, serta keterbatasan partisipasi masyarakat dalam beberapa daerah.
Meskipun demikian, dana Otsus telah memberikan dampak positif yang nyata dalam pemberdayaan ekonomi lokal, peningkatan kualitas pendidikan, dan pembangunan fasilitas kesehatan. Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, sebagai bagian dari implementasi Otsus, memberikan ruang yang lebih luas untuk mengoptimalkan potensi wilayah ini dan memajukan kesejahteraan masyarakat adat. Keberlanjutan program Otsus di masa depan membutuhkan evaluasi berkala, perbaikan pengelolaan, serta partisipasi lebih besar dari semua pihak terkait, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga adat.
Harapan dan Visi untuk Masa Depan Papua dan Papua Barat Daya dalam Mencapai Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan
Di masa depan, Papua Barat Daya memiliki potensi besar untuk berkembang lebih jauh melalui pengelolaan Otsus yang lebih transparan dan berbasis pada kebutuhan lokal. Harapan besar tertuju pada tercapainya pembangunan yang inklusif, di mana semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat adat dan kelompok rentan, dapat menikmati manfaat dari kebijakan ini.
Visi untuk masa depan Papua dan Papua Barat Daya adalah mewujudkan provinsi yang mandiri, berdaya saing, dan mampu berkontribusi signifikan terhadap pembangunan nasional. Dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan sektor-sektor unggulan seperti ekonomi kreatif, pertanian, dan pariwisata, Papua Barat Daya dapat menjadi model sukses pembangunan berkelanjutan di wilayah Timur Indonesia.
Pembangunan yang berkelanjutan di Papua Barat Daya juga harus didorong oleh kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah pusat dan daerah, dengan memperkuat partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program. Dengan komitmen bersama, Papua Barat Daya dapat mewujudkan masa depan yang lebih cerah, berkeadilan, dan mampu mempertahankan identitas budaya yang kaya.
Referensi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. (2001).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. (2021).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya
Aulia, S. (2024). Peran Kolaboratif Pemerintah dan Masyarakat Dalam Meningkatkan Kemajuan Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya. Nusantara Journal of Multidisciplinary Science, 2(3), 689-696.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2024). Kebijakan dan Implementasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua 2019-2023 bappeda.papua.go.id/file/364777838.pdf
Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Papua Barat DayaDalam Angka 2023.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2023). Laporan Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGS) Tahun 2023.
Koibur, S. (2024). Evaluasi Pemekaran 6 Provinsi di Papua: Studi Pandangan Tokoh Adat Papua. Jurnal Syntax Admiration, 5(10), 3914-3922.
Herjawan, H., & Pratama, H. S. (2024). Refleksi Kritis Pandangan Will Kymlicka dan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Minoritas Orang Asli Papua. Binamulia Hukum, 13(1), 117-135.
Mustofa, H. (2024). Otonomi Khusus Noken Papua Dalam Bingkai Ketatanegaraan Indonesia. As-Syifa: Journal of Islamic Studies and History, 3(1), 14-25.
Ramadhan, F., & Khoirunurrofik, K. (2024). Akuntabilitas dan Kondisi Keuangan Daerah Otonomi Khusus Pada Provinsi Aceh, Papua, dan Papua Barat. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 14(1), 33-45.
Salmawati, S., Purnomo, A., Ula, S. N. N., Rais, L., & Ikhwan, S. (2024). Dampak Otonomi Khusus Pada Ekonomi Orang Asli Papua Setelah Implementasi Kebijakan Pemerintahan. Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 214-222.
World Bank. (2024). Data Indonesia. Tersedia di alamat Website data.worldbank.org/country/ indonesia
Penulis : Dr. Sellvyana Sangkek, SE, M. Si /Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Papua Barat Daya
Editor/Redaktur: Hotbert Purba