Oleh sebab itu fakta bahwa beberapa kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti kasus Wasior (2001), kasus Wamena (2003) serta Paniai (2014) jangan lagi diharapkan dapat diselesaikan oleh Negara Indonesia dalam kurun waktu yang ada saat ini maupun di masa mendatang.
Karena senantiasa Negara diliputi rasa takut bahwa menyelesaikan persoalan dugaan pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua akan memperburuk citra negara sebagai pelaku pelanggaran HAM berat di Dunia Internasional.
Baca Juga:
DUHAM Sebut 30 Macam HAM Menurut PBB, Simak Apa Saja!
Menyelesaikan akar persoalan Papua akan mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa, padahal jaminan hukumnya sudah ada pada pasal 45 dan pasal 46 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut.
Saya sebagai Pemenang Penghargaan Internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005 di Montreal, Canada ingin memberikan catatan penting di hari HAM Internasional ke 75 tahun, 19 Desember 2023 ini, yaitu :
Pertama, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tersisa setahun agar segera membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua berdasarkan amanat pasal 45 dan 46 UU No. 21 Tahun 2001.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Sahkan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM
Kedua, Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara segera menyatakan secara terbuka permohonan maaf kepada rakyat asli Papua secara umum dan khususnya kepada para korban dugaan pelanggaran HAM berat Wasior, Wamena dan Paniai sebelum akhir tahun 2023.
Ketiga, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan pemerintah Indonesia ke depan mampu melakukan review atas status daerah operasi militer (DOM) di seluruh Tanah Papua dan secara bertahap mengurangi keberadaan personil keamanan dari militer yang terkesan berlebihan.
Termasuk merampingkan struktur organisasi perangkat kerja militer dalam arti yang seluas-luasnya di seluruh Tanah Papua.