Menurut hemat kami, inilah hakekat inti soal yang menjadi akar persoalan disharmoni sosial, politik, ekonomi di Tanah Papua hingga hari ini.
Kebijakan nasional negara bagi kepentingan memupuk kembali keindonesiaan yang mampu merawat kepapuaan rakyat asli Papua di dalam bingkai politik NKRI selama 60 tahun, mesti menjadi salah satu titik penting dalam refleksi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dirasa adil pula oleh rakyat Papua, khususnya Orang Asli Papua (OAP).
Baca Juga:
DUHAM Sebut 30 Macam HAM Menurut PBB, Simak Apa Saja!
Karena Negara nyata di dalam UU Otsus Papua 2001 tersebut mengakui eksistensi OAP sebagai tujuan dasar diberikannya status sebagai wilayah Otonomi Khusus.
Pengertian hukum adalah bahwa kebijakan negara melalui UU No. 21 Tahun 2001 yang memberi tempat bagi perbaikan pembangunan di sektor pendidikan dan kesehatan yang memprioritaskan pelayanan kepada OAP, seyogianya diberikan tanpa pemikiran adanya diskriminasi politik dan tanpa adanya ketakutan menyediakan "bom waktu" bagi terporak porandakannya integrasi politik Papua dalam bingkai NKRI.
Esensi penting adalah bagaimana Negara ini memberi perhatian utama untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) OAP bagi masa depan Indonesia. Sehingga tidak terjadi lagi adanya "kebijakan palsu" afirmasi (keberpihakan) kepada OAP.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Sahkan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM
Dimana masih ada kata-kata selain anak OAP atau rakyat OAP yang semestinya menjadi sasaran utama pelayanan pendidikan dan kesehatan di Tanah Papua secara luas, tapi masih ada kata-kata "juga" perlu dilayani anak-anak non Papua yang lahir dan besar di Tanah Papua? Atau ruang bagi anak atau rakyat non Papua untuk juga menikmati pelayanan kesehatan dan pendidikan dari dana Otsus Papua tersebut.
Wilayah Papua secara kuasa adalah wilayah otonomi khusus yang bertumpu pada bagaimana melakukan keberpihakan pembangunan dan pemerintahan kepada sasaran utama yang termarginalisasi yaitu OAP.
Jika hak tersebut terus terjadi, maka fakta yang terjadi adalah terdapat banyak anak-anak OAP yang tidak terlayani dan tidak terserap dalam berbagai ruang pelayanan kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja di Tanah Papua dalam arti yang seluas-luasnya.