Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Sri Budiyono berawal saat dirinya meminta tolong agar dicarikan pinjaman dana ke oknum anggota DPRD Blora berinisial AA sekitar Rp 150 juta.
Jaminan saat itu adalah sertifikat hak milik tanah miliknya dengan luas 1.310 meter persegi yang berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Baca Juga:
Kantor Staf Presiden Terima Pengaduan Korban Mafia Tanah Asal Blora Jateng
Setelah 3 bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, Sri Budiyono mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, dirusak dan diganti dengan gembok kunci yang baru.
Tak hanya itu, ia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama AA.
Atas kejadian itu, ia pun melaporkan kasus yang dialaminya ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember 2021.
Baca Juga:
Polda Jateng Tunggu Hasil Labfor Kasus Dugaan Mafia Tanah di Kabupaten Blora
Namun hingga saat ini berkas dari penyidik Polda Jateng belum juga rampung. Padahal pihak Polda Jateng sudah menetapkan dua tersangka yaitu oknum anggota DPRD Blora, AA dan Notaris, EE.
Kasus dugaan mafia tanah yang menimpa PNS di Kabupaten Blora itu menyedot perhatian publik
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso turut berkomentar ihwal lambannya penanganan kasus itu di Polda Jateng.