WahanaNews-Papua Barat | Demi memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi masyarakat setempat, maka pemetaan tanah masyarakat adat di Papua dan Papua Barat pun dianggap penting.
Staf Khusus Menteri ATR/BPN Bidang Hukum Adat, M Adli Abdullah, mengatakan, negara menjamin, mengakui, dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya.
Baca Juga:
Pastikan Jalan Nasional dan Jembatan di Sulsel Siap Dilalui Selama Nataru, Kementerian PU: 96,45% Dalam Kondisi Mantap
"Pada dasarnya kami menjamin dan mengakui kesatuan hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Adli dalam keterangannya, Senin (1/11/2021).
Menurutnya, agar pengakuan hak-hak masyarakat adat ini terhadap tanah diakui oleh negara, maka seluruh tanah adat harus dipetakan dengan batas-batas wilayahnya.
Hal itu juga supaya obyeknya terhindar dari sengketa dengan masyarakat hukum adat pemilik hak ulayat lain yang berbatasan.
Baca Juga:
Dukung Asta Cita Swasembada Pangan, Padat Karya Irigasi Kementerian PU Tahun 2024 Jangkau 12.000 Lokasi
"Pemetaan tanah masyarakat adat ini penting untuk menghindari terjadinya sengketa antar pemilik hak ulayat yang lainnya," jelasnya.
Adli mengimbau Dewan Adat Papua untuk mendorong pemerintah daerah di wilayah masyarakat hukum adat setempat, melakukan pemetaan.
Kemudian, mengidentifikasi tanah adat di Papua dan Papua Barat yang selanjutnya diundangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) masing-masing Kabupaten/Kota.
Setelah lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat diakui dan dapat diberikan Hak Pengelolaan.
"Jadi di atas hak pengelolaan, baru dilekatkan hak lainnya, seperti hak milik, hak guna bangunan, atau hak guna usaha sehingga status tanah adat tidak akan hilang," tutur dia.
Keistimewaan lainnya yang diberikan kepada Papua dan Papua Barat yaitu dengan adanya UU Kekhususan Nomor 21 Tahun 2001 dan amandemen terbaru, yakni UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Selain itu juga Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dalam aturan itu tertuang amanat percepatan pelaksanaan Reforma Agraria dengan mempertimbangkan kontekstual Papua.
Sebagai informasi, Konferensi Masyarakat Adat Papua (KB-MAP) yang digelar tiap lima tahun sekali, telah berhasil diselenggarakan dengan sukses di Kota Senja Indah Kaimana, Papua Barat.
Konferensi yang diselenggarakan pada 25 Oktober sampai 29 Oktober 2021 ini, dihadiri oleh sekitar 800 peserta dari berbagai suku asli semenanjung tanah Papua yang terdiri dari 7 perwakilan wilayah adat, yaitu Wilayah Adat Mamta Tabi, Wilayah Adat Saereiri, Wilayah Adat Anim Ha, Wilayah Adat la Pago, Wilayah Adat Mee Pago, Domberai, dan Bomberai.
Adli menambahkan, Kementerian ATR/BPN tentu sangat mengapresiasi pelaksanaan konferensi masyarakat adat di Bumi Cenderawasih tersebut.
"Kami berharap keberadaan Dewan Adat Papua dapat melaksanakan upaya perlindungan terhadap masyarakat adat, baik tanah, manusia, dan sumber daya alamnya serta menjadikan dewan ini lebih dihormati, disegani, dan berwibawa," tuntas dia. [hot]