PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO - ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies), sebagai organisasi nasional yang menaungi pelaku industri perjalanan wisata di seluruh Indonesia, menyampaikan keprihatinan mendalam atas aktivitas pertambangan nikel yang semakin masif di wilayah Raja Ampat, khususnya di Pulau Kawe, Pulau Gag, dan Pulau Manuran, Papua Barat Daya.
Sebagaimana diketahui, Raja Ampat merupakan kawasan yang diakui dunia sebagai pusat biodiversitas laut global dan telah ditetapkan sebagai Global Geopark oleh UNESCO.
Baca Juga:
Raja Ampat Tak Butuh Tambang, Sektor Pariwisata Dapat Hasilkan Rp300 Miliar dalam Setahun
Kawasan ini juga merupakan bagian dari Jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang memiliki peran penting dalam pelestarian ekosistem laut Indonesia.
Namun, berdasarkan laporan terbaru dari Greenpeace Indonesia, aktivitas pertambangan di kawasan tersebut telah memberikan dampak yang sangat mengkhawatirkan:
* Deforestasi: Lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah dibabat untuk kegiatan tambang.
* Sedimentasi & Pencemaran Laut: Pembukaan lahan menyebabkan limpasan tanah ke laut, merusak terumbu karang dan mengganggu ekosistem laut.
* Kerusakan Terumbu Karang: Terumbu karang di sekitar Pulau Gag dan Kawe mengalami kematian akibat sedimentasi dan aktivitas tambang.
* Ancaman terhadap Pariwisata: Kerusakan lingkungan mengancam sektor pariwisata yang menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat lokal.
* Potensi Konflik Sosial: Perubahan drastis yang diakibatkan tambang dapat memicu konflik di masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada alam.
Aktivitas pertambangan ini bertentangan langsung dengan prinsip pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), dan menimbulkan pertanyaan serius terhadap legitimasi retribusi konservasi yang selama ini dibebankan kepada wisatawan. Apalagi, kawasan-kawasan yang terkena dampak tambang seperti Batang Pele dan Manyaifun adalah jalur utama wisatawan menuju ikon Raja Ampat seperti Wayag.
Baca Juga:
Usai Berkunjung Menteri ESDM di Sorong, Pertamina EP dan RH Petrogas Komitmen Lakukan Eksplorasi Migas di Papua Barat Daya
Wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat diwajibkan mematuhi aturan konservasi dan membayar retribusi konservasi kepada:
* Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang
* BLUD UPTD KKP Raja Ampat
* UPTD Destinasi Wisata Kabupaten Raja Ampat
Namun, kehadiran aktivitas tambang di kawasan konservasi ini merusak kepercayaan publik atas sistem pelestarian yang seharusnya dijaga bersama.
Dengan ini, kami menyampaikan permohonan dan seruan kepada Bapak Presiden:
* Hentikan segera seluruh aktivitas pertambangan di kawasan konservasi Raja Ampat.
* Tegakkan komitmen Indonesia dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan dan berpihak pada masyarakat lokal.
* Libatkan komunitas adat, pelaku industri pariwisata, dan lembaga konservasi dalam penyusunan kebijakan perlindungan Raja Ampat.
Sebagai bangsa yang besar dengan potensi alam luar biasa, Indonesia tidak boleh membiarkan kepentingan jangka pendek merusak warisan ekologi yang menjadi kebanggaan dunia.
Green tourism dan sustainable development adalah masa depan, bukan sekadar slogan, melainkan komitmen nyata terhadap lingkungan, budaya lokal, dan generasi mendatang.
Selaku Ketua Umum DPP ASITA beserta seluruh Keluarga Besar ASITA di seluruh Indonesia menyerukan solidaritas dan kolaborasi nasional untuk menjaga Raja Ampat tetap lestari dan menjadi wajah Indonesia yang membanggakan di mata dunia.
Demikian Surat Terbuka Kepada Presiden Republik Indonesia dari Ketua Umum DPP ASITA Dr. N Rusmiati M.Si.
Penulis : DPP ASITA
Editor: Hotbert Purba / WAHANANEWS.CO