Dengan bukti yang telah kami hadirkan, terkesan ada unsur kriminalisasi.
Mereka menggunakan hitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai dasar adanya kerugian negara.
Baca Juga:
Kejati Sumut Tetapkan Mantan Kadis Kesehatan Tapteng Tersangka Dugaan Korupsi BOK dan Jaspel
Ini keliru, satu-satunya lembaga yang bisa men-declare kerugian negara dalam perkara korupsi adalah BPK. Bukan BPKP. Jadi kejaksaan Bintuni ini sudah melakukan pelanggaran hukum.
"Hal ini ironis, karena mereka adalah salah satu penegak hukum, kok melanggar hukum?," ungkap Melki.
Melki menegaskan bahwa YLBH Sisar Matiti akan menempuh segala macam upaya agar kasus ini bisa menjadi perhatian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi BOK dan Jaspel, 3 Petinggi Dinkes Tapteng Dijatuhi Hukuman Displin Berat
"Kami dari YLBH Sisar Matiti akan mengirimkan surat ke Komisi Kejaksaan, dan akan segera berangkat ke Jakarta untuk melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait atas adanya kriminalisasi ini. Ini kan aneh, BPK sendiri mengeluarkan rekomendasi agar Frans Lusianak sebagai pemenang tender itu hanya harus membayar denda keterlambatan, dan itu sudah dilakukan sebesar Rp73 juta," terangnya.
Lanjut Melki, Frans ini hanya terlambat dalam menyerahkan mobil dinas sebagaimana tertuang di dalam kontrak. Kalau mau jadi perkara, ya seharusnya ini adalah perdata. Kok bisa jadi perkara korupsi? Dan itupun semuanya telah selesai dilaksanakan. Ini kan aneh.
"Kejaksaan yang seharusnya tempat orang mencari keadilan, ini malah jadi alat kriminalisasi," demikian Melki. [hotbert purba]