Wahananews-Papua Barat | Mahasiswa dan aktivis lingkungan yang terdiri dari Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Manokwari, Perkumpulan Oase dan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) mendesak pemerintah daerah Provinsi Papua Barat dalam hal ini Gubernur Provinsi Papua Barat dan Kepala Dinas Kehutanan agar segera mencabut Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) khususnya IPK yang masih berlaku pada eks areal pelepasan kawasan hutan yang telah dicabut oleh Presiden pada awal Januari Tahun 2022.
Gabungan mahasiswa dan aktivis ini memperkirakan terdapat tiga izin IPK yang masih berlaku dan beroperasi hingga saat ini yaitu PT Agro Papua Inti Utama yang berada pada areal konsesi PT Subur Karunia Raya di Kabupaten Teluk Bintuni, IPK Kopermas Kami Nassey yang berada pada areal konsesi PT Berkat Setiakawan Abadi dan PT Medcopapua Hijau Selaras yang berada pada areal PT Medco Papua Hijau Selaras.
Baca Juga:
PMKRI Desak Pemerintah Hentikan Wacana Ormas Keagamaan Ikut Kelola Tambang
Selain itu Gabungan Mahasiswa dan aktifis lingkungan ini juga meminta kepada Gubernur Provinsi Papua Barat dan Bupati Se Papua Barat untuk mencabut Izin Lingkungan dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang telah diterbitkan sebelumnya pada areal konsesi perusahaan yang telah dicabut oleh presiden.
"Masih terdapat IUP dan izin Lingkungan yang belum dicabut seperti IUP dan Izin Lingkungan PT Bintuni Agro Prima Perkasa di Kabupaten Tambrauw, PT Medco Papua Hijau Selaras di Kabupaten Manokwari, PT Berkat Setiakawan Abadi di Kabupaten Teluk Wondama, PT Subur Karunia Raya dan PT Varita Majutama di Kabupaten Teluk Bintuni serta PT Permata Putra Mandiri dan PT Putera Manunggal Perkasa di Kabupaten Sorong Selatan," ungkap Korlap aksi Mahasiswa dan Aktifis Peduli Lingkungan, Bram Sakof, dalam siaran persnya yang Wahananews terima, Senin (17/1).
Sementara itu, Maria Novita Numut, Sekertaris Jenderal (SEKJEND) PMKRI Cab. Manokwari ST. Thomas Villanova juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segerah mencabut izin IPK, izin konsesi dan izin HGU yang masih beroperasih di wilayah Papua.
Baca Juga:
KLHK Amankan 57 Kontainer Kayu Merbau Ilegal Asal Papua
"Dengan adanya penerbitan semua perizinan, maka dinilai merusak lingkungan hutan adat Papua dan kerusakan hutan adat Papua akan terus meningkat. Oleh sebab itu pemerintah harus jeli untuk melihat hak-hak Masyarakat adat atas tanah adatnya yang terus terjadi kerusakan," terangnya
Dirinya juga menambahkan bahwa, tanah dan hutan adat Papua diambil oleh investor-investor tanpa persetujuan atau seizin masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat, dan sebagian besar tidak pernah melibatkan masyarakat setempat, dan akibatnya, terjadi kerusakan hutan, sumber air tercemar dan kehilangan sumber pangan.
"Masyarakat adat kehilangan pohon sagu, tanaman obat, hewan buruan, dan masih banyak lagi yang sudah hilang karena terjadi deforestasi dengan skala besar," tegasnya.