WahanaNews-Papua Barat | Kasus Wasior berdarah yang diduga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat diawali karena adanya serangan bersenjata yang diduga dilakukan oleh sekelompok orang warga sipil di bawah pimpinan Daniel Awon (almarhum) bersama Otis Koridama (almarhum) pada tanggal 13 Juni 2001 sekitar pukul 03:00 wit di Base Camp CV Vatika Papuana Perkasa di kampung Wondiboy, Distrik Wasior, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua.
Akibat serangan tersebut, 5 (lima) anggota Brimob dan seorang warga sipil tewas terbunuh. Kemudian 6 (enam) pucuk senjata api jenis SS-1 milik Brimob diduga dibawa para penyerang tersebut.
Baca Juga:
Ini 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Presiden Jokowi
Pasca penyerangan Kapolda Papua saat itu Brigjen Polisi I Made Mangku Pastika memerintahkan dilakukannya operasi untuk menangkap para pelaku dan membawa kembali senjata api milik Brimob.
Demikian keterangan tertulis Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH merinci kejadian terkait Kasus Wasior berdarah 21 tahun silam, kepada Papua-Barat.Wahananews.co, Jumat (21/10).
“Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya menduga telah terjadi tindakan berlebihan yang dilakukan anggota Brimob dan Polisi yang bertugas saat itu melakukan operasi pengejaran para pelaku penyerangan yang dipimpin Daniel Awom dan Otis Koridama tersebut”, kata Warinussy.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Diharapkan Memberi Perhatian Khusus Sejumlah Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Tanah Papua
Justru telah terjadi penyerangan dengan sasaran warga sipil di kampung-kampung seperti Wondiboy, Tandia, Senderawoi, Yopanggar, Windessy, Yomakan, Wondamawi dan Isei. Bahkan pencarian pula dilakukan anggota Brimob hingga ke Nabire dan Waropen.
Akibatnya diduga terjadi tindakan eksekusi kilat (summary execution) terhadap korban atas nama Felix Urbon, Daud Yomaki dan Henok Marani di Kampung/Desa Tandia.
Juga ditengarai terjadi eksekusi kilat terhadap korban Guntur Samberi di Kampung/Desa Senderawoi. Kesemua kasus ini diduga pelakunya adalah anggota Brimob.
Sejumlah korban lain diduga mengalami penyiksaan seperti Markus Webori, Martinus Daisiu, Ronald Ramandey, Piet Hein Torey, Metusalem Saba, Hermanus Sawaki, Guru Thonce Baransano, Guru Nathaniel Yoweni, Yosias Manupapami, Jack Y Wiay, Yulius Ayomi, Yotam Aronggear, Muray Viktor Yoweni, Frans Saba, Guru Yan Ataribaba, Amalina Kiri, Yosef Yoweni, Sefnath Arumisore, Killion Rumadas, Frans Yoweni, Kristian Rumbrar, Korneles Sumuai, Jehuda Wombay, Martinus Windessy, Otis Sarumi, Petrus Bugis Korporasi, Frans Samberi, Yohanes Tambahan, Korneles Tambahan, Markus Marani, Herens Yoteni, Fery Torey, Elisa Saba.
Lanjut Warinussy, mereka para korban ini diduga mengalami penyiksaan saat ditangkap dan ditahan di Polsek Wasior, Polres Nabire dan Polres Manokwari.
Para Terduga pelakunya diduga adalah sejumlah anggota polisi yang diantaranya masih hidup dan masih bertugas saat ini di Polres Manokwari dan Polda Papua Barat.
Kemudian terdapat 3 (tiga) korban penghilangan paksa yaitu Daniel Saba di Desa Wondiboi, Agus sabandi Wondamawi I dan Maikel Numanderi di kampung Yopanggar serta John Calvin Werianggi di Windessy.
Terduga pelakunya diduga keras adalah anggota Brimob serta seorang perempuan bernama Ester Rumsayor yang diduga diperkosa oleh anggota Brimob dan dihilangkan.
LP3BH Manokwari telah terlibat sejak awal dalam melakukan penyelidikan atas dugaan kuat terjadinya Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againts humanity) pada peristiwa Wasior berdarah 2001 ini.
Sehingga kami mendesak terus agar proses penyelidikan kasus Wasior segera ditingkatkan ke tahap penyidikan sesuai amanat UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, ujar warinussy.
Negara perlu segera membentuk Pengadilan HAM sesuai amanat pasal 45 UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pengadilan HAM untuk kasus Wasior dapat dibentuk di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B, demikian Yan Christian Warinussy. [hot]