Wahananews-Papua Barat | Pengakuan Negara melalui Presiden Joko Widodo pada Rabu (11/1) terkait terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat, ada sekitar 12 kasus di Indonesia termasuk kasus HAM di Tanah Papua.
Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari berharap Presiden Jokowi dan pemerintah RI dapat memberi perhatian pada sejumlah dugaan pelanggaran HAM berat pada beberapa peristiwa penting di Tanah Papua.
Baca Juga:
Ini 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Presiden Jokowi
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, Selasa (17/1).
Menurut pihaknya, hampir sebagian besar kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua ini terjadi sebelum diundangkan Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Misalnya kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada saat menjelang pelaksanaan act of free choice (Pepera) tahun 1969. Ini terjadi misalnya di Arfai, Manokwari yang diduga sekitar 53 orang warga sipil dieksekusi secara kilat (summary execution).
Baca Juga:
Ini 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Diakui Jokowi, Presiden Tegaskan Pelanggaran HAM Berat Tidak Terjadi Lagi
Kemudian kasus penyerangan terhadap para demonstran damai di bawah menara air di Pnas II Biak tanggal 6 Juli 1999 yang diduga menelan banyak korban.
Juga Kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada peristiwa Sanggeng berdarah tanggal 27 dan 28 Oktober 2016. Kesemua kasus tersebut diduga menelan korban yang signifikan.
Advokat yang meraih penghargaan internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005 ini, memandang bahwa Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membentuk tim pengungkap kasus - kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Masa lalu jilid 2, demi mengungkap dugaan pelanggaran HAM Berat tersebut, demikian Yan Christian Warinussy. [hot]