PAPUA-BARAT.WAHANANEWS.CO, Raja Ampat - Ketua Komisi II DPRK Raja Ampat, Soleman Dimara naik pitam setelah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Muhammad Said Soltief mengatakan walaupun pariwisata merupakan potensi unggulan bagi Kabupaten Raja Ampat, namun hal itu tidak bisa menjadi alasan menolak investasi untuk kepentingan pendapatan asli daerah (PAD).
Hal ini disampaikan Soltief dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar di ruang Komisi II DPRK dengan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (ALJARA) dan Pemkab Raja Ampat, Senin 24 Maret 2025.
Baca Juga:
David Dimara: Pariwisata Versus Tambang di Raja Ampat
"Kalau bicara soal Raja Ampat merupakan daerah investasi tambang, seperti yang disampaikan Kepala Dinas PTSP, saya salah satu yang tidak sepakat", ungkap Soleman Dimara
Soleman menilai, investasi tambang di Raja Ampat mengancam hak-hak dasar masyarakat adat yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) dan bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional Tahun 2024-2044.
Perpres ini mengatur mengenai Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional (RIPDN) Raja Ampat tahun 2024-2044 dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya.
Baca Juga:
Senator PFM: Tolak Tambang di Raja Ampat, Lindungi Pariwisata Dunia dan Kawasan Konservasi
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang Komisi II DPRK dengan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (ALJARA) dan Pemkab Raja Ampat. (Foto: WAHANANEWS.CO / Endi Mambrasar)
RIPDN merupakan pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah pada Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) Raja Ampat dalam menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian Kepariwisataan secara terpadu di DPN Raja Ampat.
"Undang-Undang Otsus merupakan referensi dan instrumen yang memproteksi hak-hak dasar masyarakat adat. Selama ini kita hanya melihat Undang-Undang Minerba sebagai rujukan, padahal oligarki berlindung dibalik Undang-Undang Minerba itu sendiri. Kemudian hadirnya Perpres No 87 Tahun 2024 yang mana penjabarannya jelas bahwa Raja Ampat pariwisatanya di khususkan dan di istimewakan," ujarnya.
Soleman menyebut sektor pariwisata merupakan program prioritas dibawah kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati yang baru, sehingga pernyataan Kadis PTSP dinilai bertolak belakang dengan visi dan misi Raja Ampat Bangkit dan Produktif yang terfokus pada keunggulan Kabupaten Bahari tersebut.
Tak hanya itu, soleman juga mengkritik habis-habisan Kepala Distrik Waigeo Barat Kepulauan yang dinilai tidak mampu memediasi masyarakat di Kampung Manyaifun sehingga terjadi konflik akibat pro-kontra.
Sementara itu disisi lain, Ketua Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (ALJARA), Yohan Sauyai dengan tegas meminta Pemda Raja Ampat segera melakukan evaluasi dan peninjauan terhadap perizinan pertambangan yang mengancam hak-hak adat masyarakat, seperti yang terjadi di Kampung Manyaifun saat ini. Dimana kehadiran perusahan PT Mulya Raimond Perkasa menimbulkan proko-kontra antarkelompok masyarakat.
Apalagi kata Yohan, tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang sisi baik dan buruk dari kehadiran perusahaan tersebut sehingga mengakibatkan perpecahan terhadap antar sesama masyarakat adat.
Untuk itu, pihaknya meminta persoalan tersebut disikapi dengan serius oleh pemerintah daerah, sehingga membuat kajian yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pertimbangan pemerintah pusat melalui Kementrian ESDM.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut dihadiri oleh Ketua DPRK Raja Ampat, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, beserta anggota dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Pariwisata, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Kepala Distrik Waigeo Barat Kepulauan, PLT Kepala Kampung Manyaifun dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat serta Lembaga Bantuan Hukum.
[Redaktur: Hotbert Purba]