Wahananews-Papua Barat | Menjadi humas pemerintahan dituntut untuk memberikan informasi yang aktual, akurat, dan akuntabel kepada masyarakat.
Media massa menjadi salah satu stakeholder yang harus dirangkul untuk memastikan informasi yang disampaikan adalah benar dan tidak ambigu bagi masyarakat sebagai penerima pesan.
Baca Juga:
Fatsoen Politik dan Media: Menuju Media sebagai Pilar dan Bukan Perusak Demokrasi
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan media massa dalam penyebarluasan informasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik (DAKIP) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Mohammad Averrouce dalam media meeting yang digelar di Jakarta belum lama ini.
“Kegiatan ini merupakan upaya dalam menguatkan sinergisitas dan kolaborasi pemerintah dengan media, sehingga kita juga jadi belajar bagaimana menyampaikan informasi yang lengkap dan juga efektif," ujarnya.
Baca Juga:
Peningkatan Angka Bunuh Diri di Indonesia: Sebuah Keprihatinan yang Perlu Perhatian Serius
Media sebagai penyebar luas informasi bagi publik memegang peranan penting, sehingga perlu dipastikan bahwa informasi tersebut diserap publik dan dipahami secara holistik.
Terlebih, ketika kini informasi dari media online di berbagai platform tersebar dengan lebih cepat dan dapat dijangkau berbagai lapisan masyarakat.
“Kebebasan pers sebagai anak kandung reformasi semakin kuat sekarang. Namun, tetap ada aturannya dan sepertinya kita semua sudah paham bahwa aturannya rigid dan ada hal publik yang harus dijaga ketepatannya serta dampaknya bagi masyarakat luas,” jelas Averrouce.
Mendukung pernyataan tersebut, Editor in Chief iNews TV dan MNC News Channel Prabu Revolusi mengatakan, kegagalan komunikasi pemerintah seringnya disebabkan oleh tertutupnya informasi tersebut. Sedangkan di sisi lain, wartawan perlu punya gambaran utuh terkait topik tersebut agar dapat mengolah berita secara komprehensif.
Menurutnya, humas pemerintah harus kolaboratif dengan berbagai pihak, salah satunya dengan wartawan. “Ada off the record, ada yang on the record. Harus terbuka sama pers. Sangat mungkin informasi yang disuguhkan oleh humas datangnya dari media massa atau publik,” jelas Prabu.
Diskusi kali ini juga membahas tentang juru bicara pemerintah yang baik bagi publik. Menurut Prabu, juru bicara instansi pemerintah harus seseorang yang bisa mendengarkan masyarakat.
"Jika cari juru bicara, carilah yang bisa mendengarkan publik. Jadi mendengar dulu, baru berbicara,” ungkap mantan news anchor tersebut.
Tak hanya melalui media mainstream, Prabu juga menyarankan agar pemerintah juga melakukan pendekatan ke content creator.
Hal tersebut dikarenakan para content creator perlu mengetahui bahwa ruang publik tidak sebebas itu dan ada norma, nilai, serta tanggung jawab yang mengiringi konten tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi turut mendukung keterbukaan pemerintah terhadap rekan-rekan jurnalis.
Hal tersebut penting untuk meminimalisir kesalahpahaman terkait informasi yang diterima masyarakat, terutama bagi dirinya yang tak asing dengan informasi hoaks mengenai pandemi Covid-19.
“Kami mencegah agar tidak ada misinformasi di masyarakat. Kita teruskan kolaborasi ini dan kami siap menerima masukan atau cara-cara yang lebih baik dalam mengkomunikasikan informasi,” ujar wanita yang pernah menjadi juru bicara Kementerian Kesehatan saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. [hot]