Papua-Barat.WahanaNews.co, Raja Ampat - Berawal dari dugaan penyalahgunaan Dana Desa Kampung Wejim Timur yang berujung diberhentikannya Kepala Kampung pada tahun 2023 kemarin.
Maks Morin salah satu warga kampung tersebut mengintervensi Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Kampung dan Sekretaris Kampung Wejim Timur hingga melakukan pengancaman dengan membawa sajam. Hal tersebut tidak diharapkan oleh PLT dan Sekertaris Kampung yang baru.
Baca Juga:
Tahun 2024, YLBH Sisar Matiti adalah Rumah Perlindungan Hukum Kepala Kampung Se-Kabupaten Bintuni
Sekitar bulan Desember tahun 2024 Maks Morin melakukan aksi protesnya pada saat Musyawarah Kampung (Muaskam) di Kampung Wejim, Distrik Kepulauan Sembilan, Kabupaten Raja Ampat.
Dugaan pengancaman dan aksi protes yang dilakukan Maks Morin, diduga dirinya tidak menerima Pemberhentian Kepala Kampung atas nama Adolof Mambrasar pamannya.
Pada saat melakukan aksi protes, sebagian masyarakat lantas secara spontan melakukan pengeroyokan terhadap Maks Morin.
Baca Juga:
LP3BH Manokwari Dukung Pengurus Alumni GMNI Papua Barat Laporkan Dugaan Tindak Pidana Pungli Melibatkan Kantor Dinas PMK Kabupaten Tambrauw
Merasa di rugikan, Maks Morin kemudian melakukan Laporan Polisi (LP) kepada pelaku pengeroyokan terhadap dirinya.
Akhirnya sejumlah pelaku yang diduga melakukan pengeroyokan telah menjalan pemeriksaan di Reserse Kriminal Polres Raja Ampat, Senin (8/7/2024).
Menyikapi hal tersebut, Soleman Dimara, salah satu tokoh masyarakat telah berupaya untuk memediasi kedua pihak agar diselesaikan secara kekeluargaan.
Adapun demikian, Soleman mengatakan bahawa Maks Morin tetap meminta proses hukum dilanjutkan.
"Memang laporan polisi yang dilakukan oleh saudara Maks Morin atas kasus pengeroyokan bulan desember lalu, kemudian proses berjalan dan hari ini ada beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka," ungkap Soleman.
Ia mengatakan, surat panggilan terhadap pelaku diterimanya. Tak hanya menerima surat panggilan, ia mengatakan pihak Reskrim memintanya untuk mempertemukan kedua bela pihak agar masalah tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
"Beberpa waktu lalu surat panggilan itu disampaikan tapi lewat saya. Pihak Kepolisian minta tolong untuk saya hadirkan, jadi beberapa hari lalu saya coba untuk komunikasi dan hari ini pelaku-pelaku sudah hadir dan membantu pihak kepolisian untuk fasilitasi adakan pertemuan, terlepas dari persoalan hukum agar diselesaikan secara kekeluargaan," bebernya.
Adapun pertemuan telah dilakukan di Polres Raja Ampat, namun pada akhirnya buntut penyelesaian kata Soleman. Bahwa, Korban atas nama Maks Morin tidak mau menerima mediasi penyelesaian tersebut.
"Hari ini setelah pertemuan, pihak korban tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan namun proses hukum tetap berjalan," jelasnya.
Walaupun demikian, Soleman mengatakan pengeroyokan yang terjadi di Kampung Wejim saat itu berawal dari pengancaman dan pemukulan terhadap Sekretaris Kampung yang dilakukan Maks Morin sebelumnya di Kota Waisai. Namun pada saat itu, Maks Morin tidak dilaporkan dengan alasan bahwa pihak sekretaris kampung dan keluarga lebih mengedepankan asas kekeluargaan.
"Tadi saya jelaskan kepada pihak kepolisian bahwa kasus ini ada timbal balik, ada sebab akibat. Ada kronologinya bahwa yang memulai adalah saudara Maks Morin, dia pukul duluan Sekertaris Kampung Wejim Timur setelah itu dia bawa alat sajam masuk ke kantor DPMK untuk lakukan ancaman terhadap Kepala Kampung, Sekretaris dan Bendahara. Nah, kenapa kami tidak buatkan LP pada saat itu? Karena kami mengedepankan asas kekeluargaan," terang Soleman.
Olehnya, Soleman Dimara mengatakan pihaknya akan melaporkan balik Maks Morin atas kasus tersebut. Tak hanya itu kata Soleman, bahwa Maks Morin juga diduga telah menyalahgunakan biaya kematian yang di percayakan kepada Maks Morin sebanyak Rp42 juta.
[Redaktur: Hotbert Purba]