WahanaNews-Papua Barat | Berkenaan dengan berakhrinya masa Jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Maybrat Periode 2017-2022. Dimana untuk mengisi kekosongan pemerintahan telah penunjuk penjabat Bupati.
Usulan Penjabat Bupati dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan Ketentuan Dasar hukum yang mengatur mengenai penunjukan penjabat terdapat dalam regulasi yang mengatur soal pilkada Nomor 8 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016, dan UU Nomor 6 Tahun 2020.
Baca Juga:
Surat Terbuka Kedua Ormas untuk Presiden Jokowi: 'Dirjend Bimas Katolik Mati Suri'
Hal mana prosedur, mekanisme, tata cara pengusulan dan Prosedur kebangkatan dan Golongan tercantum didalamnya.
Dalam hal penunjukan Penjabat Kepala Daerah di Provinsi Papua Barat Khususnya Kabupaten Maybrat,Presiden melalui MENDAGRI semestinya merujuk juga ke dalam Undang-undang Otsus Nomor 21 Tahun 2001, Hasil Perubahan Menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021, PP 106 Tentang Kewenangan Khusus, Khususnya Dalam Pasal 27, Pasal, 28, Pasal 29 dan 30.
Sebelumnya hal ini pernah disampaikan Anggota DPRPB Fraksi Otsus Dapeng Maybrat, Agustinus R Kambuaya, juga salah salah satu Tokoh Intelektual Muda Indonesia Timur kepada Papua-Barat.Wahananews.co, dalam pemberitaan sebelumnya di wahananews.
Baca Juga:
Informasi Penyerangan KKB Terhadap Pj Bupati Maybrat Tidak Benar
Kini Agustinus R. Kambuaya Anggota DPRPB Fraksi Otsus menyampaikan surat terbuka kepada Presiden, DPR RI dan Mendagri di Jakarta.
Ini petikan surat terbukanya.
SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN, DPR RI DAN MENDAGRI DI JAKARTA
Presiden Republik Indonesia Melalui MENTERI DALAM NEGERI Membuka Alasan Hukum Dan Alasan Sosial Apa Yang Melatarbelakangi Penunjukan PJ. Bupati Maybrat Yang Bukan OAP??
Pro kontra keberlanjutan Otsus Jilid II nyaris terjadi Bentrok Sesama orang Asli Papua Pada saat rencana revisi Terbatas Otsus Pada Tahun 2021 yang lalu.
Masing-masing Pihak yang menolak maupun menerima punya Argumentasi tersendiri terkait Implementasi Otsus selama 20 Tahun.
Masyarakat yang menolak mempunyai Argumentasi bahwa Implementasi Otsus belum maksimal memprotesksi HAK OAP Dalam berbagai ruang publik.
Sebagai contoh ruang politik, Orang Asli Papua justru tereliminasi atau tersingkir Dalam proses ruang politik. Hasil Pemilu 2014 dan 2019 serta 2019-2024 orang Papua mulai dari Sorong sampai Merauke banyak anak Papua tersingkir dari pemilu terbuka.
Aspek politik belum memaksimalkan UU Otsus. Perintah UU Otsus salah satunya Kewenangan Mendirikan Partai Politik. Atau Pertimbangan MRP Kepada Partai Politik.
Meski ada delegasi Kewenangan tersebut di berikan, namun lanjutnya harus menyesuaikan UU Sektoral lainnya. Ini merupakan proses reduksi makna. Harusnya UU Otsus sama kedudukannya dengan UU Sektoral seperti Partai Politik Dan UU Pemerintahan Daerah No 23 kecuali, Undang-undang Dasar yang kedudukannya lebih tinggi.
Sehingga UU Otsus hanya bisa menyesuaikan dengan UUD bukan Perintah UU Otsus Harus menyesuaikan dengan UU Sektoral seperti UU Pemerintahan Daerah No 23. Karena sifatnya yang specialist atau khusus.
Demikian juga pada bidang lain seperti UU tentang Kepegawaian atau ASN termasuk UU No 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar Penunjukan Pejabat Kepala Daerah Saat ini.
Bahwa Kewenangan Kepegawaian atau Manajemen ASN UU No.2 Tahun 2021 Pasal 27,28, 29,30. Meskipun selama ini dalam urusan ASN tidak sepenuhnya merujuk kepada UU Otsus. Tetapi lebih banyak
Berdasarkan latar belakang penolakan itu, Pemerintah kita telah meyakinkan Masyarakat Bahwa mari dukung dan Terima Otsus Sebagai Payung Hukum Bagi Orang Asli Papua Dalam Kehidupannya di Republik Indonesia.
Semua kepentingan kita baik Politik, Ekonomi, Budaya, HAM semua akan jamin di dalam UU Otsus yang baru ini. UU No 2 Menjadi Jaminan Kepastian Hukum Bagi Kepentingan Orang Asli Papua.
Penunjukan Pejabat Bupati Maybrat Yang Bukan Orang Asli Papua yang berasal dari Putra Putri Daerah Asli Maybrat atau suku-suku Asli Papua.
Ini Tentu bertentangan dengan Semanggat revisi Otsus SatuTahun Lalu yang Menjanjikan Jaminan Kepastian Hak Orang Asli Papua.
Mestinya PRESIDEN dan MENDAGRI menunjukan Komitmen Implementasi Otsus. Sebab Proses Revisi yang menuai Protes dan Penolakan ini mesti di buktikan denga Implementasi yang Berpihak Kepada Orang Asli Papua.
Mesti ada penjelasan apa Dasar Hukum dan Landasan Penunjukan PJ Bupati Maybrat Yang terkesan tidak merujuk dan menghormati UU Otsus yang di bahas bersusah payah oleh DPRI RI Dan KEMENDAGRI Sendiri. Agar kebijakan yang seperti ini tidak terulang lagi.
Ini bentuk Pengingkaran terhadap UU Otsus Dan akan Mencoreng Wajah Indonesia di Mata Dunia. Sebab Otsus menjadi Ikon, Simbol Dan Bahan Kampanye Internasional Terkait Cara Penanganan Papua dengan Pendekatan Pembangunan, Kesejahteran dan Perlindungan Kepada Orang Asli Papua.
"Apirasi yang kami sampaikan adalah bagian dari mengingatkan Pemerintah Untuk Mewjudkan Perintah UU Otsus yang Nota Bene Merupakan Kebijakan Hukum Pemerintah Sendiri. Yang usianya UU Otsus Revisi ini belum sampai 2 Tahun"
"Apakah Dengan Menyampaikan Kebenaran Saya Harus Jadi Musuh Anda "
Love
Peace
Justice
Agustinus R. Kambuaya.
Anggota DPRPB Fraksi Otsus. [hot]