Papua-Barat.WahanaNews.co, Sorong - Tim kuasa hukum angkat bicara usai menemukan kenjanggalan dalam proses hukum yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Raja Ampat terhadap Lindert Mambrasar sebagai terlapor telah melakukan pelanggaran tindak pidana Pemilihan Umum di TPS 01 Kampung Nanyaifun, Distrik Waigeo Barat Kepulauan dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/27III/2024/SPKT/Polres Raja Ampat/Polda Papua Barat, Tanggal 13 Maret 2024, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Pelanggaran Pemilu. Hal tersebut disampaikan oleh Yance Dasnarebo,SH saat jumpa pers, Jumat 22 Maret 2024.
"Sebagai kuasa hukum dari pada saudara Lindert Mambrasar, terkait dengan laporan polisi yang ditayangkan oleh saudara Imran Rumbara sebagai Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat, bahwa itu hak Bawaslu terkait dengan pelanggaran-pelanggaran Pemilu yang terjadi pada tanggal 14 Februari lalu, namun di sini yang saya mau tekankan bahwa Bawaslu Kabupaten Raja Ampat sebenarnya tidak memahami aturan dan mekanisme," kata Yance.
Baca Juga:
Membludak, Ribuan Simpatisan Antar Pasangan RUBI mendaftar ke KPU Raja Ampat
Ia mengatakan, Bawaslu Raja Ampat tidak teliti dalam melakukan langkah-langkah hukum. Dimana Laporan Polisi yang di buat oleh pihak Bawaslu pada tanggal 13 Maret 2024 lalu tidak sesuai dengan prosedur, Bawaslu seharusnya melakukan Laporan Polisi dalam kurung waktu 7 hari setelah menerima pengaduan dari Panwas Distrik.
"Kenapa? disini saya merasa Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat tidak teliti, bahwa ini laporan polisinya tanggal 13 Maret. Seharusnya dalam jangka waktu 7 hari atau 1 minggu itu Bawaslu melakukan pengaduan atau laporan polisi 7 hari setelah ada pengaduan dari Panwas Distrik," ujarnya.
Tak hanya Bawaslu, Yance Juga membeberkan proses hukum yang dijalani klienya tersebut terkesan dipolitisir. Hal itu diungkapkannya karena ia menilai Penyidik yang menangani kasus tersebut tidak jeli dalam melihat batas-batas aturan hukum yang ada.
Baca Juga:
Panitia Pemilihan Distrik Waigeo Barat Kepulauan Umumkan Daftar Pemilihan Sementara (DPS) Jelang Pilkada Raja Ampat
"Nah, kemudian penyidik yang menangani Laporan Polisi dari Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat, juga ini seakan-akan kasus dipolitisir. Penyidik juga tidak jeli untuk melihat batas-batas aturan hukum, masa laporan polisi dari tanggal 13 Maret diterima sedangkan pemilihannya sudah hampir satu bulan baru laporan polisi diterima"
Hal lain yang membuat Yance menduga adanya dugaan politisasi yang dialami oleh kliennya terdebut tidak terlepas dari proses yang saat ini bergulir sampai ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang mana diwaktu yang bersamaan tiga Komisioner KPU Raja Ampat diduga melakukan pemerasan terhadap salah satu oknum caleg pada pemilu tanggal 14 Februari lalu, hingga ketiga Komisioner tersebut dilaporkan, bahwa kliennya merupakan daftar tunggu di KPU, sehingga Bawaslu dinilai mempolitisir kasus tersebut.
"Klien kami ini masuk daftar tunggu KPU Raja Ampat, jangan sampai di politisasi sehingga barang ini dinaikkan sampai ke Pengadilan. Pada prinsipnya kami dari kuasa hukum mendampingi sampai ke pengadilan karena beliau sebagai warga negara yang juga patuh terhadap hukum dan siap untuk disidangkan nanti di Pengadilan Negeri Sorong. Kami juga akan siapkan bukti-bukti," terang Yance.
Yance menegaskan apabila kliennya terbukti tidak bersalah, maka pihaknya akan melapor balik Bawaslu Raja Ampat serta penyidik yang telah menangani kasus tersebut akibat proses yang dinilai sudah melewati batas waktu sesuai dengan Perundang-undangan.
"Langkah-langkah yang kami kuasa hukum ambil yaitu apabila kalau tidak terbukti, maka kami akan melaporkan laporan balik Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat, itu yang pertama. Yang kedua penyidik yang menerima laporan polisi daripada Bawaslu juga kami akan tindaklanjuti secara hukum. Kami akan buat Laporan polisi ke Polda Papua Barat terkait dengan Mala administrasi. Seharusnya rentang waktu 14 hari itu harus penyidik serahkan ke pihak Kejaksaan untuk ditindaklanjuti, nah tapi sampai saat ini bulan Maret tanggal 22 ini baru langsung diproses ke Kejaksaan, Ada apa ini?"
Olehnya, dari kejanggalan dalam proses tersebut Tim Kuasa Hukum dari Lindert Mambrasar mengatakan, secara prosedur Bawaslu Raja Ampat cacat hukum.
"Ketua Bawaslu seharusnya profesional, prosedur cacat hukum itu. Bawaslu lakukan ini sebenarnya ya bagus juga, cuman secara mekanisme undang-undang itu seharusnya 7 hari laporan daripada Panwas ditindaklanjuti atau dilaporkan Bawaslu langsung lanjutkan ke Polres dalam waktu 7 hari. Nah kami lihat ini cacat formil. Jangan campur aduk karena klien kami ini masuk daftar tunggu KPU. Jadi jangan coba-coba mengganggu klien kami," ungkap Yance.
Sementara itu, Mikha Dimara, SH. juga menilai proses yang dilakukan oleh pihak Penyidik tidak sesuai dengan Hukum Acara dan cacat secara Hukum.
"Menurut hemat kami sebagai kuasa hukum, proses yang dilakukan oleh penyidik tidak sesuai dengan Hukum Acara Pidana. Dan kalau sudah cacat Hukum maka harus batal demi Hukum, tidak bisa dipaksakan untuk kasus ini," tegasnya.
Mikha berharap semua pihak yang ikut menyepakati pembagian surat suara di TPS 01 Kampung Manyaifun harus dilibatkan.
"Saya merasa bahwa ini sengaja dipolisir oleh oknum-oknum tertentu karena ada kepentingan-kepentingan terselubung, sehingga saya berharap penyidik harus melihat ini secara jeli dan profesional," demikan Mikha. [Redaktur: Hotbert Putba]