WahanaNews-Papua Barat | Selaku Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia Peraih Penghargaan Internasional John Humphrey Freedom award Tahun 2005, Yan Christian Warinussy, SH mempertanyakan langkah Jaksa Agung Republik Indonesia yang sudah melimpahkan tersangka dugaan Pelanggaran HAM Berat Paniai 2014 dari penyidik ke penuntut umum, Selasa kemarin (24/5) di Jakarta.
Hal ini disampaikan Yan Christian Warinussy dalam keterangan tertulis kepada Papua-Barat.WahanaNews.co, Rabu (25/5).
Baca Juga:
Komnas HAM Kawal Pelanggaran HAM di Papua, LP3BH Manokwari: Bagaimana Tentang Kasus Dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior dan Wamena
Pertanyaan Warinussy didasari atas pasal yang disangkakan kepada tersangka IS, yang adalah purnawirawan TNI AD, dengan status saat bertugas selaku perwira penghubung di Kodim Paniai.
Sesuai amanat pasal 42 ayat (1) huruf a berbunyi : "komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu : a. komadan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan b. komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan".
Sementara pasal 7 huruf b adalah pelanggaran HAM Berat kategori kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).
Baca Juga:
Komisi HAM PBB Singgung Kasus Pembunuhan dan Mutilasi di Papua dalam Sidang di Jenewa Swiss
Sedangkan dalam pasal 9 disebutkan mengenai jenis perbuatan pembunuhan dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun dan paling sedikit 10 tahun.
Lanjut Warinussy, sebagai sesama pejabat penegak hukum (catur wangsa), saya justru cenderung sangat kuatir kalau sampai proses hukum yang tengah didorong oleh negara melalui Kejaksaan Agung RI cenderung dipengaruhi oleh tekanan politik internasional semata, ungkap Yan Christian Warinussy.
Sehingga yang terpenting bagi negara adalah kasus Paniai mesti diselesaikan secara hukum dengan adanya seseorang atau beberapa orang yang dijatuhi vonis bersalah oleh Pengadilan HAM di Makassar.
Padahal proses hukum sebagaimana diketahui bersama tidak akan berhenti sampai di Pengadilan HAM Makassar.
Terdakwa IS dan penasihat hukumnya bahkan keluarganya tentu memiliki hak untuk melakukan upaya hukum biasa maupun luar biasa hingga ke Mahkamah Agung RI.
Menurut Warinussy, ini penting diperhatikan dengan seksama dan dianalisa segala kemungkinan yang bakal terjadi dalam praktek penegakan hukum dimulai dari Pengadilan HAM Makassar.
Di sisi lain, justru masyarakat di Tanah Papua, khususnya keluarga para korban kasus Paniai 2014 pasti mempertanyakan dimana gerangan calon tersangka lainnya?
Apakah benar tersangka IS saat ini memang memiliki posisi sentral dalam konteks memiliki kekuasaan untuk mengendalikan pasukan TNI AD di sekitar lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai saat itu ?
Apakah sebagai perwira penghubung, Tersangka IS juga memiliki posisi langsung sebagai komandan yang menguasai dan mengendalikan pasukan TNI AD di Paniai, termasuk mereka yang diduga terlibat peristiwa pelanggaran HAM Berat tersebut?
Kenapa para pelaku lapangan juga tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung RI ?
Kenapa mantan atasan Tersangka IS sebagai Komandan Kodim di Biak tidak dimintai pertanggungjawaban nya ?
Siapa yang saat itu (Desember 2014) menduduki posisi sebagai Komandan Rayon Militer (Korem) 173 di Biak?
Tidak kah yang bersangkutan juga dimintai pertanggungjawaban nya ?
Siapa yang saat itu selaku Panglima Kodam XVII/Cenderawasih ?
Dimana posisi pertanggungjawaban nya secara hukum dan komando militer ?
“Saya kira pertanyaan ini dapat menjadi catatan dalam kita bersama mengkawal proses hukum perkara dugaan pelanggaran HAM tanggal 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Paniai tersebut”, ujar Yan Christian Warinussy.
Sehingga dapat memenuhi rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat Papua, khususnya keluarga para korban di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, tutupnya. [hot]